Mencari Referensi-Referensi Yang Relevan
1.
KAJIAN SENI LUKIS KARYA ABDUL CHAMIM BERJUDUL
“LUKISAN GUNDUL” PADA GALERI GENTONG MIRING, KECAMATAN SLUKE, KABUPATEN REMBANG
Teori: mimesis
Analisis
Abdul Chamim adalah seorang pelukis sekaligus pemilik galeri
Gentong Miring di Kota Rembang. Abdul Chamim adalah salah satu pelopor
komunitas seniman bernama Sanggar Pesisir. Abdul Chamim memiliki banyak
prestasi atau riwayat pameran di dalam dan luar kota. Beberapa karyanya
dikoleksi oleh para kolektor. Selain sebagai pelukis, Abdul Chamim dikenal
sebagai sastrawan dan seniman pertunjukan. Konsep penciptaan Lukisan Gundul
karya Abdul Chamim adalah representasi diri terhadap fenomena sosial yang
terjadi di sekitar lingkungan. Tema yang diangkat adalah Sosial dan Religi.
Sosial adalah hubungan kemanusiaan dan Religi adalah hubungan kebenaran manusia
menuju Tuhannya. Proses penciptaan Lukisan Gundul karya Abdul Chamim meliputi
beberapa tahapan, yaitu tahap inspirasi, studi pustaka, diskusi, tahap
perenungan, tahap pematangan gagasan, dan tahap visualisasi atau tahap melukis.
Bentuk objek Lukisan Gundul karya Abdul Chamim adalah figur orang gundul.
Menurut kepercayaannya terhadap Tuhan yang menciptakan manusia dengan
perbedaan, maka beliau memutuskan untuk melukiskan dirinya sendiri sebagai
manusia. Dalam berkarya beliau melukis sesuai dengan kepercayaan terhadap agama
dan kesukaannya memakai kaos putih polos. Sehingga tercipta bentuk figur orang
gundul memakai kaos putih polos dengan tubuh dipenuhi aksen-aksen rajah tulisan
Arab gundul. Lukisan Gundul karya Abdul Chamim memiliki makna tentang ajakan
untuk menjadi manusia yang berkemanusiaan, yaitu manusia yang menebarkan
kebenaran jalan menuju Tuhan. Sehingga sebagian besar karya-karyanya merupakan
bentuk kritis terhadap fenomena sosial, religi, politik, dan ekonomi.
2.
KAJIAN SENI LUKIS KARYA YUNUS SUNARTO
Teori: mimesis
Analisis
Yunus Sunarto dalam proses penciptaan karya seni lukis
merupakan penggambaran kembali peristiwa- peristiwa yang terjadi pada alam
sekitar. Aspek-aspek yang berkaitan dengan karya lukisnya antara lain: Konsep.
Seni lukis yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Ia hanya ingin
mengekspresikan sebuah emosi dan kenyataan kehidupan batinnya dalam bentuk
obyek kenyataan sehari-hari. Medium dan alat yang digunakan adalah cat minyak
dan kanvas. Yunus Sunarto dalam melukis sangat tidak terikat dengan teknik dan
gaya, di mana ada ide secepatnya diwujudkan ke kanvas, dalam berkarya tidak
terikat oleh waktu dan tempat, tergantung situasi dan kondisi, menyesuaikan
waktu, antara waktu untuk kantor dan waktu untuk melukis. Bentuk seni lukis
dari enam lukisan Yunus Sunarto yang mempresentasikan objek-objek alam dan
isinya adalah sebagai karya seni yang mempunyai nilai-nilai estetika di antara
unsur-unsur yang saling melengkapi antara warna, garis, tekstur, gradasi,
irama, dan unsur desain dalam penyusunan objek-objek figur dan alam benda pada
bidang kanvas. Keenam karya tersebut secara sinergi membentuk dan mengisi
objek-objek manusia, perahu, buah, tebing, pepohonan, pesawat terbang,
topeng-topeng, dan alam benda. Unsur tekstur dalam lukisan itu terbentuk oleh
garis dan warna cat yang melekat dalam bidang kanvas. Yunus Sunarto menyusun
objek-objek dan alam benda dalam setiap judul lukisan memunculkan variasi-
variasi, misalnya menempatkan gatotkaca dengan pesawat (antara Barat dan
Timur), antara Arjuna dengan Apel (Arjuna Mencari Apel), pemilihan obyek dan
melukis tempat sembahyang yang di pinggir laut (Tanah Lot), Manusia di antara
topeng-topeng (Wanita Bertopeng), Perahu yang tidak tertata simestris
(Perahu-Perahu Nelayan), penggambaran Wanita yang menari bersama Topeng (Tiga
Penari). Pembuatan garis-garis yang membentuk sifat atau karakter objek tokoh,
objek alam serta alam benda sehingga benda seni tersebut mengandung unsur
kompleksitas. Pemilihan warna yang cenderung suram dan berat (hitam, coklat,
coklat tua, biru, maron, dan merah). Kadang sangat glamor (merah, kuning, biru
muda, hijau). Objek-objek tersebut sebagai pusat perhatian, disusun pada bagian
titik poros tengah bagian kanan dan kiri bidang gambar. Karya Yunus Sunarto
sering mendapat apresiasi bahkan dikoleksi oleh sebagian masyarakat Kediri dan
sekitarnya. Segala bentuk pengamatan ada pada lukisan Yunus Sunarto yang
dianggap mempunyai ciri khas lebih dibanding beberapa lukisan karya teman-teman
pelukis di Kediri, namun yang paling harus diakui oleh masyarakat Kediri pada
khususnya, bahwa Yunus Sunarto merupakan aset daerah yang perlu mendapat
apresiasi dan penghargaan tersendiri.
3.
ANALISIS OBJEK VISUAL DAN ISI LUKISAN KARYA S.
PANDJI TAHUN 2017-2019
Teori: mimesis
Analisis
S. Pandji, lahir di Kediri tahun 1952. Pada usia 18 tahun
mula-mula belajar melukis menggunakan cat minyak dari An Jien. Berikutnya pada
usia 21 tahun belajar dari S Toyo dan M Sochieb di Surabaya. Interaksi dan
komunikasi dengan sosok M Sochieb inilah yang membuat S. Pandji memiliki
keinginan untuk lebih banyak belajar sejarah, mencintai sejarah. Pada akhirnya
persinggungan itu membuatnya lebih memilih objek-objek yang berbau sejarah dan
budaya untuk diolah dalam lukisan-lukisannya. Saat berusia 24 tahun secara
sungguh-sungguh S. Pandji menekuni seni lukis tak hanya sebagai hobi semata
namun ia berusaha untuk bisa hidup dari hasil karyanya. Hasil karya lukis S
Pandji awalnya dibeli oleh pedagang lukisan keliling. Proses ini dinikmatinya
selama kurang lebih empat tahun. Kenyataan kehidupan saat itu menunjukkan bahwa
dalam menggantungkan penghasilan dari seni lukis sepertinya belum bisa menopang
kehidupannya. Kondisi ini membuat S. Pandji berhenti dalam melukis. Di usia 29
tahun, S. Pandji mulai pengembangkan bisnis properti. Seiring perkembangan
selanjutnya setelah bisa menuntaskan kuliahnya di S1 Teknik Sipil di ITATS
Surabaya, kariernya di bidang properti memperoleh kemajuan. Bahkan S. Pandji
pernah menjadi direktur pada perusahaan pengembang perumahan (real estate).
Selama menekuni seni Lukis, S. Pandji mencoba mengembangkannya dengan bergabung
ke dalam suatu komunitas seniman yaitu Adhicipta Art Community. Komunitas ini
merupakan perkumpulan para seniman maupun pelukis dari berbagai latar belakang
profesi yang bermacam-macam. Dari interaksi bersama komunitas inilah kemudian
gairah berkaryanya timbul dan tumbuh kembali. Maka pada tahun 1993 S. Pandji
“start” untuk memulai berkarya lagi. Hanya butuh waktu 2 tahun pada 1995 S
Pandji berhasil menggelar pameran tunggalnya yang pertama di Hotel Mirama
Surabaya. Dari aktivitasnya itu, S. Pandji lantas dikenal sebagai pelukis yang
mengembangkan gaya atau corak surealis dan realis sekaligus. Pada keduanya,
karya S. Pandji sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan latar
belakang sejarah budaya spiritual khususnya Jawa. Bagi S. Pandji, apa yang
dilukisnya merupakan bentuk dari penyelaman kehidupannya sejak kecil yang
memang tumbuh dan dekat dengan budaya Jawa. Budaya Jawa itu tidak hanya
dimengerti melainkan telah menjadi bagian hidupnya. Dia bahkan tidak hanya
mendengarnya sebagai cerita namun juga menjalaninya. Misalnya dengan aneka
gamelan yang dikuasainya karena telah terbiasa memainkannya sejak kecil. Karena
itu isi lukisan S. Pandji pun memiliki nilai filosofis yang mendalam terhadap
simbol dari budaya Jawa yang sangat kental. Dari sekian ciri, semua objek yang
dia lukis bertujuan mengabadikan peninggalan sejarah dan budaya yang
diketahuinya maupun yang berkembang di masyarakat. Dari sekian sejarah yang diminatinya
itu adalah tentang Majapahit. Baginya Majapahit adalah warisan budaya yang
harus dilestarikan agar generasi muda mampu menghargai nilai-nilai budi luhur
yang ditinggalkan untuk menjadi inspirasi mencapai masa depan bangsa yang lebih
baik. Melalui lukisan lukisannya tampak S. Pandji ingin mengajak penikmat lukis
untuk menjadikan nilai-nilai budaya Jawa dan sejarah kejayaan Majapahit menjadi
modal untuk memacu kemajuan bangsa Indonesia saat ini. Ada suatu Bentuk
optimisme yang besar yang ditunjukkan oleh S. Pandji dalam karya-karyanya. Ia
memiliki misi yang sangat luhur sebagai bentuk tanggung jawabnya pada bidang
yang ditekuninya, seni lukis. Bagi S. Pandji, seni lukis adalah ladang tempat
ia berkarya yang bermanfaat bagi orang lain. Utamanya menyampaikan pesannya
sendiri tentang hal-hal positif yang seharusnya diketahui oleh khalayak luas.
Apalagi jika menyangkut masa depan bangsa ini. Ada tiga hal yang ingin dicapai
S. Pandji dalam lukisan-lukisannya. Pertama dia bermaksud menuturkan dan
menularkan sejarah Majapahit agar tetap lestari. Kedua, S. Pandji ingin agar
nama besar Majapahit tetap dikenang generasi penerus bangsa. Yang ketiga agar
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Magrwa tetap menjadi pijakan sikap
perilaku sehingga NKRI menjadi lebih kokoh.
4.
ANALISIS KARYA LUKIS BERJUDUL “KAKAK DAN ADIK”
BERDASARKAN SUDUT PANDANG DE WITT H. PARKER
Teori: mimesis plato
Analisis
Objek formal merupakan jalan sekaligus cara bagi seseorang
atau kelompok tertentu untuk mengetahui sisi lain di balik pembuatan karya
lukis, entah itu dalam sudut pandang estetika, sejarah pembuatan, tanda dari
keberadaan sebuah karya, dan lain-lain. Lukisan “Kakak dan Adik” (1971) karya
Basuki Abdullah merupakan salah satu produk karya seni rupa yang keindahannya
dapat dilihat melalui analisis formal dalam sudut pandang teori bentuk estetis
yang dirumuskan oleh DeWitt H. Parker. Hasil analisis ini semakin memperjelas
mengenai “apa dan bagaimana” keterkaitan antara unsur-unsur yang termuat pada
lukisan dalam menciptakan suatu makna menyeluruh. Dalam hal ini, makna
menyeluruh yang dimaksud adalah rasa empati Basoeki Abdullah pada kasih sayang
dan kemanusiaan yang pada dasarnya menjadi cikal bakal pembentuk nilai indah
pada lukisan. Nilai-nilai keindahan yang termuat dalam lukisan tersebut telah
terbuktikan melalui analisis dalam asas kesatuan, asas tema, asas variasi
menurut tema, asas keseimbangan, dan asas perkembangan. Setiap unsur pada
lukisan “Kakak dan Adik” baik itu dalam warna, bentuk, dan pola pencahayaan
yang saling terkait dan membutuhkan digunakan dalam membangun konsep realitas
kehidupan sosial masyarakat pada masa itu. Hal itu semakin terlihat jelas
dengan penguatan garis besar konsep lukisan melalui penguasaan teknik realis
pada mimik wajah dan proporsi kedua objek, yakni kakak dan adik (yang berada
dalam gendongan). Kedua bentuk ini merupakan ilustrasi dari situasi dan kondisi
Negara Indonesia kala itu yang memasuki era Pemerintahan Orde Baru, di mana
pembangunan bangsa pada era tersebut menciptakan perubahan sosial yang cukup
signifikan. Persoalan pokok kala itu yang terjadi pada awal pemerintahan Orde
Baru tentu sangat berdampak pada masyarakat kecil kala itu yang pada masanya
terpaksa harus merasakan hidup dalam kesenjangan sosial, susahnya mencari
pekerjaan yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran juga angka
kemisikinan yang menimbulkan marak terjadinya kasus kriminalitas, serta perubahan
sosial lainnya. Peristiwa dan situasi memilukan itulah yang pada akhirnya
memantik rasa kemanusiaan basuki Abdullah, mendorongnya membuat karya lukis
berjudul “Kakak dan Adik”. Dalam lukisan ini, perasaan iba dan sedih adalah
bagian dari emosi yang sangat dapat dirasakan dari “bagaimana” kedua objek
tersebut dilukiskan. Beberapa faktor diantaranya, yakni warna hitam pada
pakaian kedua objek yang identik dengan kesedihan serta tatapan kosong dan
mimik wajah yang menjadi bagian utama dalam membangkitkan perasaan iba pada
setiap penikmatnya. Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
lukisan “Kakak dan Adik” karya Basuki Abdullah memang terbukti mengandung
nilai-nilai keindahan berdasarkan teori bentuk estetis dalam sudut pandang De
Witt H. Parker.
5.
ANALISIS LUKISAN ‘ORANAMEN TROPIS’ KARYA JOKO
PRAMONO DENGAN PENDEKATAN TEORI IKONOGRAFI DAN IKONOLOGI
Teori: mimesis
Analisis
Penelitian ini yang pertama mengenai berbagai pemaknanan
visual lukisan ‘Ornamen Tropis’ karya Joko Pramono (2017) , yang terdiri dari
makna faktual dan makna ekspresional. Makna faktual lukisan ini adalah objek
manusia berkepala burung yang duduk disarang seperti menikmati waktu bersama
keluarganya, pengembala yang duduk di atas sapi,tiga anak laki-laki memegang
ikan, wanita berambut ungu yang memegang burung, sosok manusia berbadan anyaman,
anak laki-laki yang menatap puzzle, sosok manusia yang tertidur di samping
sofa, dan perempuan yang duduk mengamati sekitarnya. Berdasarkan sejarah gaya,
lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya surealis yang berkembang pada
masa kontemporer. Penggambaran ekspresional dari seluruh objek tersebut
mengungkapkan suatu kondisi merindukan alam yang subur atau sedang bernostalgia
mengenai alam Indonesia yang dulunya masih terjaga dan banyak lahan hijau.
Dalam hal penggayaan, lukisan ini dikatergorikan sebagai perpaduan gaya
surealis dan realis. Yang kedua yaitu tentang tema yang diungkapkan dalam
lukisan ‘Ornamen Tropis’ adalah perubahan gaya hidup lingkungan tempat tinggal
seniman. Kemudian, konsep yang menjadi dasar penciptaan karya lukis ini
berdasarkan alegori yang ditemukan adalah konflik sosiokultural. Memasuki abad
21dihadapkan berbagai persoalan sosial dan budaya, politik, ekonomi dan
berbagai persoalan mengenai moralitas kehidupan. Yang ketiga, yaitu nilai
simbolik yang diungkapkan dalam lukisan Joko Pramono, terutama dalam lukisan
‘Ornamen Tropis’, adalah bentuk kristalisasi simbol mengenai nostalgia akan
alam yang terintegrasi. Dalam sejarah gejala kebudayaan. Joko Pramono berorientasi
pada masalah sosiokultural dalam mencari sumber idenya. Hal itu dapat terlihat
dari perubahan perilaku masyarakat yang menjadi konsumtif di lingkungan tempat
tinggal Joko Pramono. Karya milik Joko Pramono telah mengarah kepada kritik
sosial dan budaya yang menyimbolkan fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar
seniman
6.
ANALISIS VISUAL LUKISAN KARYA ALY WAFFA PERIODE
2019-2022 DI GRESIK JAWA TIMUR
Teori: mimesis
Analisis
Proses analisis visual lukisan karya Aly Waffa Periode
2019-2022 meliputi; (struktur visual atau unsur visual : 1. Garis adalah unsur
dasar atau acuan dasar dalam pembuatan goresan-goresan akar, 2. Tema lukisan
adalah pengambaran keterkaitan antara manusia dengan manusia, manusia dengan
hewan, manusia dengan alam (tempat tinggal) hasil inspirasi dari bermain di
Gudang Dolomit. 3. Warna yang digunakan adalah primer dan sekunder sesuai
dengan konsep yang telah dibuat, 4. Tekstur yang tercipta dari teknik kerok
yaitu sedikit timbul dan kasar, 5. Teknik kerok sebagai teknik lukisan yang diterapkan,
Alat dan Bahan : kerokan, pisau palet, kuas, kanvas, spanram, cat minyak,
thinner, dan varnish. Terakhir yaitu proses melukis seorang Aly Waffa). Gaya
lukisan karya Aly Waffa adalah surealis dan dekoratif. Karakteristiknya berupa
menghidupkan suasana imajinatif dari manusia, hewan, dan alam juga latar.
Sehingga menciptakan narasi yang jelas dalam setiap goresannya. Aly Waffa mulai
membentuk guratan-guratan menyerupai akar yang mendasar pada unsur garis.
Bentuk guratan-guratan tersebut menunjukkan ekspresi yang sedang dirasakan.
Semua lukisan yang diciptakan merupakan sesuatu yang timbul dari keresahan yang
dirasakannya. Proses melukis Aly Waffa, perkembangan dan hasil analisis visual
lukisan menunjukkan adanya perubahan yang berkembang dalam segi objek dan
warna. Karya pada tahun 2019 terlihat lebih sedikit menampung objek detail
karena lebih menampilkana background yang hidup. Tahun 2020 dan 2021 objek yang
dihadirkan jauh lebih banyak dan menyeluruh dengan detail yang konsisten. Tahun
2022, objek yang ditampilkan lebih variatif dan konsisten dengan memanfaatkan
semua sisi backgroundnya. Dalam segi warna, bisa dilihat perubahan warna yang
dilukiskan semakin berwarna cerah dan manis dimata namun tidak mengurangi
konsep diawal.
7.
Keberanian dan Kritikan dalam Lukisan Presiden
R.I. TH. 2001 SUHARDI
Teori: mimesis plato
Analisis
Suhardi (1912-1994) adalah salah satu seniman Indonesia
terkemuka yang memainkan peran penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia
pada abad ke-20. Karya-karyanya mencerminkan pandangan politik dan sosialnya
serta menggambarkan realitas kehidupan seharihari masyarakat Indonesia pada
masa itu. Dalam hal ini, lukisan Suhardi memiliki dampak yang signifikan bagi
masyarakat dan sosial. Seperti, sebagai bentuk kritik social. Lukisan-lukisan
Suhardi banyak menggambarkan realitas sosial dan politik Indonesia pada masa
itu, termasuk ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat. Dengan
adanya tuturan dapat membuat seseorang merasa lapang, tidak khawatir,
menenangkan, ataupun mengurangi rasa seseorang yang merasa gelisah(Ayu Made Wedasuwari
et al., 2022).Sebagai seniman yang terlibat dalam gerakan sosial politik,
Suhardi menggunakan lukisan sebagai media untuk menyampaikan kritik terhadap
pemerintah dan masyarakat yang miskin dan terpinggirkan. Lukisan-lukisannya
menjadi bentuk kritik sosial yang kuat dan tentunya kritik sosial yang
disampaikan sesuai dengan konteks situasional pada masyarakat(Rahma et al.,
2022). Sebagai sumber inspirasi. Lukisan Suhardi juga memberikan inspirasi bagi
seniman dan pelukis lainnya di Indonesia. Gaya dan teknik yang digunakan oleh
Suhardi, seperti pewarnaan dan penekanan pada detail, menjadi contoh dan acuan
bagi banyak seniman rupa di Indonesia. Hal ini berkontribusi pada perkembangan
seni rupa Indonesia dan membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan seni
rupa modern di Indonesia. Sebagai alat Pendidikan. Lukisan-lukisan Suhardi
dapat digunakan sebagai alat pendidikan untuk memperkenalkan dan mengenalkan
sejarah dan budaya Indonesia pada generasi muda. Sebagai contoh,
lukisan-lukisan Suhardi yang menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan pada
masa itu dapat digunakan untuk mengajarkan tentang kehidupan di pedesaan dan
budaya Indonesia. Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan mengembangkan kemampuan
penalaran, komunikasi dan pemecahan masalah, serta sikap yang menghargai
kebermanfaatan materi yang disampaikan.(Utomo & Yulianti, 2017) sebagai
bagian dari warisan budaya. Lukisan-lukisan Suhardi adalah bagian dari warisan
budaya Indonesia yang berharga dan patut dilestarikan. Sebagai seniman
Indonesia yang berkontribusi besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia,
lukisan-lukisan Suhardi harus dijaga dan dirawat agar dapat diteruskan kepada
generasi selanjutnya. Seperti pada lukisannya yang berjudul “PRESIDEN RI. TH.
2001 SUHARDI” merupakan lukisan sosok dirinya yang berseragam bak presiden.
Dalam lukisan itu ia menggambarkan kekecewaanya terhadap kepemimpinan presiden
Soeharto pada masa itu, ia berpedapat bawa Soeharto sudah tidak pantas menjadi
pemimpin setelah gagal megatasi perasalahan yang ada di Indonesia. Yang pada
saat itu, Indonesia berada dalam periode Orde Baru yang ditandai oleh pemerintahan
otoriter dan perekonomian yang berkembang dengan pesat. Pemerintahan pada tahun
1980 fokus pada program pembangunan ekonomi dan modernisasi. Pemerintah
menerapkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada lima tahunan, dan dalam
periode tersebut, Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, di
sisi lain, pemerintahan Soeharto juga diwarnai oleh berbagai pelanggaran hak asasi
manusia, kebijakan yang tidak demokratis, dan korupsi yang merajalela di
kalangan elite pemerintahan. Beberapa kasus yang kontroversial pada saat itu
termasuk penembakan mahasiswa di Trisakti pada tahun 1998 dan penghilangan
orang-orang yang dituduh terlibat dalam gerakan separatis di Timor Timur. Yang
pada akhirnnya, kebijakan pemerintah pada era Orde Baru dianggap telah menyebabkan
ketimpangan sosial dan ekonomi yang signifikan di antara masyarakat Indonesia. Pemerintahan
Soeharto berakhir pada tahun 1998 setelah terjadi demonstrasi besar-besaran
yang menuntut reformasi politik dan tuntutan hak asasi manusia di seluruh
Indonesia. Lukisan Presiden RI tahun 2001 Suhardi merupakan lukisan yang
mengandung makna dan simbolisme yang dalam. Lukisan ini menggambarkan
keberanian dan kritik yang ingin disampaikan oleh pelukis terhadap kondisi
politik dan sosial pada saat itu. Salah satu elemen visual yang dapat dilihat
pada lukisan ini adalah warna. Penggunaan warna merah dan hitam pada lukisan
ini dapat diinterpretasikan sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Warna merah
yang menggambarkan semangat juang yang tinggi, sementara warna hitam
melambangkan keberanian dan ketegasan dalam menghadapi tantangan dan rintangan.
Komposisi lukisan juga sangat penting untuk memahami makna dan simbolisme yang
terkandung di dalamnya. Lukisan ini menggunakan komposisi yang simetris dan
terpusat pada wajah seorang Suhardi dengan latar belakang warna biru tua. Hal
ini dapat diartikan sebagai simbol keyakinan Suhardi dalam memperjuangkan
kritikannya. Selain itu, teknik lukisan yang digunakan oleh pelukis juga
memberikan kontribusi besar terhadap penggambaran makna dan simbolisme pada
lukisan ini. Teknik lukisan yang realistis dan detail pada wajah Suhardi yang
digambarkan menggambarkan keberanian dan ketegasan dalam sikap dan tindakan. Di
sisi lain, teknik penggunaan warna yang kontras dan agresif pada lukisan ini
memberikan kesan yang kuat dan memperkuat makna dan simbolisme yang ingin disampaikan
oleh pelukis. Sistematika dalam dunia seni rupa Warna dikenal dengan nama “roda
warna” (color wheel). Lingkaran ini terdiri dari tiga warna utama, yaitu kuning
(K) di bagian atas dan merah (M) dan biru (B) di sudut bawah segitiga sama
sisi.(Junaedi & Blues Tanos, 2019) penggunaan warna, komposisi, dan teknik
lukisan yang tepat dan efektif digunakan untuk menggambarkan keberanian dan
kritik terhadap kondisi politik dan sosial pada saat itu. Lukisan ini dapat
dilihat sebagai pengingat penting bahwa keberanian dan ketegasan dalam
menghadapi tantangan dan rintangan merupakan kunci untuk mencapai persatuan dan
kesatuan bangsa. Lukisan tersebut menggambarkan Presiden RI tahun 2001,
Suhardi, yang sebenarnya tidak pernah ada. Suhardi seolah-olah menggantikan
sosok Presiden RI saat itu. Lukisan ini bisa diartikan sebagai sebuah
representasi visual tentang kekuasaan Presiden Soeharto pada masa itu. Lukisan
ini mencerminkan gaya seni rupa Suhardi yang khas, dengan ciri khasnya yang
mencolok adalah penggunaan warna cerah dan teknik pewarnaan yang menghasilkan
kontras yang kuat antara warna-warna yang digunakan. Gaya seni rupa Suhardi
juga menonjolkan detail dalam penggambaran objek dan orang yang digambarkan. Pada
tahun 1980 karya tersebut ditampilkan dalam pameran seni forum pelukis muda Indonesia
ditaman ismail marzuki. Pemasangan foto dirinya ditengah pemerintah represif
dan militeristik orde baru merupakan bentuk perlawanan dan juga menjadi
tantangan terhadap penguasa. Karya tersebut seakan menentang hegemoni orde baru
dibawah pimpinan presiden Soeharto. Hari itu Suhardi ditangkap dan diinterogasi
secara habis habisan selama tiga hari oleh apparat laksus jaya. Kemudian atas
permintaan wakil presiden Adam Malik karena bertepatan dengan peringatan hari
hak asasi manusia (HAM) suhardi pun dibebaskan. Dalam kesimpulannya, dampak
lukisan Suhardi bagi masyarakat dan sosial Indonesia sangat besar dan beragam.
Lukisan-lukisan Suhardi tidak hanya memberikan inspirasi bagi seniman dan
pelukis lainnya, tetapi juga menjadi alat pendidikan dan bagian dari warisan
budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Sebagai seniman yang terlibat dalam
gerakan sosial politik, Suhardi juga telah memberikan kontribusi penting dalam
upaya perubahan sosial dan politik di Indonesia.
8.
Analisis Estetik Karya Seni Lukis Moel Soenarko
yang Bertema Heritage
Teori: mimesis plato
Analisis
Dalam menentukan konsep berkarya lukis dengan tema heritage,
Moel Soenarko melewati beberapa tahapan dalam mencapainya. Hal tersebut dikenal
dengan proses ide kreatif. Berdasarkan teori Graham Wallas, beberapa tahapan
tersebut yaitu tahap persiapan, tahap pengeraman, tahap pencerahan, dan tahap
pembuktian. Pada tahap persiapan, dimana beliau memikirkan dan mengeksplorasi
sebuah ide untuk menghasilkan sebuah karya lukis dengan tema heritage.
Munculnya sebuah ide memerlukan adanya stimulan yang berasal dari dalam diri
Moel (faktor internal) dan dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal
yang memengaruhi munculnya sebuah ide bagi Moel Soenarko yaitu kenangan.
Kenangan tercipta berdasarkan pengalaman pribadi, interaksi sosial, dan masa
sejarah, serta rasa empati yang tertanam dalam dirinya. Faktor internal didukung
dengan adanya faktor eksternal seperti melakukan observasi dan wawancara,
membaca artikel. Faktor-faktor internal yang tersimpan di dalam memori alam
bawah sadar, bisa dikatakan telah memasuki tahap pengeraman atau inkubasi.
Dibantu dengan stimulan yang berasal dari luar diri (faktor eksternal) seperti
observasi, wawancara, dan membaca berita, berguna untuk membantu pengumpulan
data lebih banyak dan semakin memperkuat misi Moel dalam berkarya. Hal
selanjutnya melalui proses kontemplasi yang berfungsi untuk memilah informasi-informasi
yang telah didapat.
9.
ANALISIS SEMIOTIKA PADA LUKISAN WANITA BERHIJAB
KARYA AMEENA Y. KHAN
Teori: mimesis
Analisis
Kesimpulan yang diperoleh dari temuan dan hasil analisis data
dari kelima lukisan wanita berhijab karya Ameena Khan adalah kelima lukisan
tersebut mengungkap pesan arti dan makna meminimalisir ketegangan serta
stereotip dan citra buruk Islam sebagai minoritas di Amerika Serikat. Kelima
gambar lukisan itu peneliti sajikan dengan menggunakan analisis semiotika yang
berdasarkan objeknya membagi atas ikon, indeks dan simbol. Peneliti juga
menjelaskannya dalam bentuk tabel yang disertai keterangan dan kesimpulan makna
pesan yang direpresentasikan dari hasil analisa pada tiap gambarnya. Ikon di
dalam kelima lukisan tersebut berupa gambar wajah dari sosok wanita yang
tentunya digambarkan mengenakan hijab. Disini, Ameena Khan melukiskan sosok
wanita berhijab dengan cukup unik dan berbeda. Hijab pun digambarkan dengan nuansa
dan sentuhan modern. Sehingga peneliti menyimpulkan hal tersebut sebagai gaya
atau karakteristik dari lukisan seorang Ameena Khan. Sedangkan untuk indeks
pada analisa data tersebut pada umumnya berupa ekspresi dari objek lukisan.
Disini pesan dan makna yang terkandung dapat dianalisa dan dipahami semakin
rinci dan jelas. Ekspresi berkaitan erat dengan psikologis manusia. Simbol,
pada bagian ini peneliti menentukan warna (pemilihan warna) sebagai simbol
dalam penelitian ini. Warna memiliki makna dan pesan tertentu di baliknya. Maka
dari itu warna sebagai simbol memperkuat analisa peneliti dalam menginterpretasikan
pesan dan makna dalam lukisan tersebut. Namun selain pemilihan warna, pada
beberapa lukisan terdapat tulisan yang dijadikan sebagai simbol. Selain analisa
dengan perspektif semiotika, peneliti juga sedikit mengulas dan menyinggung
beberapa aspek yang relevan, seperti kreatifitas melalui komunikasi non-verbal,
seni dalam padangan Islam serta latar belakang dan arti Islamophobbia tersebut
sebagai gambaran umum.
10.
ANALISIS KONSEP DAN BENTUK VISUAL KARYA LUKIS
IVAN HARIANTO PADA PAMERAN “CITY WITHOUT PEOPLE” TAHUN 2010
Teori: mimesis plato
Analisis
Dengan memperlihatkan bangunan-bangunan yang menjulang
tinggi dan jalanan yang besar namun kosong akan manusia serta ditambah dengan
nuansa kromatik yang menambah kemuraman suasana di perkotaan maka kita diajak
oleh Ivan untuk merenungi atau merefleksikan kehidupan di kota besar pada saat ini
yang serba hedonis dan menggandrungi konsumerisme yang dapat kita lihat dari
tanda-tanda komersial yang terpantul dalam lukisan. Kita lihat dalam lukisan
Ivan, adanya mal, jalan, dan di ruang pajang mobil-ada tanda-tanda komersial,
antara lain Hamburger, Mac Donald, Carrefour, dan Bread Talk, yang merupakan
ciri-ciri akan budaya globalisasi yang telah begitu menguasai ruang-ruang
publik di Jakarta dan Surabaya-juga sudah pasti di kota-kota lainnya di Indonesia.
Kehadiran symbol-simbol globalisasi itu yang diwakili oleh mal, pertokoan, dan
pusat perbelanjaan yang serba gemerlap harus diakui telah mengubah gaya hidup
masyarakat perkotaan-dalam hal ini cara mengonsumsi sesuatu dengan instan asal
terkesan mewah tanpa memerdulikan rasa keadilan kepada sesama manusia dan
lingkungan hidup. Globalisasi-dengan rupa yang memikat-telah berhasil membujuk
masyarakat perkotaan untuk menggandrungi konsumerisme, yang merupakan pengaruh
dari kapitalisme yang akan terus-menerus berkembang tidak hanya menggerogoti habis
batas-batas-batas daya dukung lingkungan hidup dalam bentuk sumber daya bumi,
namun juga pada pola pikir dan perilaku masyarakatnya dan inilah yang mungkin
coba diangat oleh Ivan dalam lukisan-lukisannya. Bentuk lukisan Ivan harianto
lebih mengeksplor bentuk bangunan dan lebih menggali obyek bangunan tanpa
aktivitas manusia. Pada beberapa lukisan tanda-tanda locus terlihat kabur
sehingga tak spesifik merujuk ke tempat tertentu. Seperti pada ilustrasi pintu
atau dinding kaca memantulkan benda-benda dan warna di sekitarnya. Selain itu
warna terang dan gelap berselang-seling membentuk bidang-bidang geometric yang
dapat disebut keduanya sebagai cabaran komposisi warna-bidang belaka.
11.
ANALISIS KARYA SENI LUKIS YASRUL SAMI
Teori: mimesis
Analisis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap Yasrul
Sami tentang konsep perjalanan kekaryaan and ciri khas dari karya Yasrul Sami
dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya :1). Dalam perjalanan kekaryaan Yasrul Sami mendapati berbagai
orang hebat. Kehidupan sosial dan masyarakat sangat mempengaruhi karya dari seorang
seniman, mulai dari Yasrul menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai menjadi
seorang dosen, dan untuk mencapai hal itu ada beberapa orang yang menjadi
motivasi Yasrul yaitu Pak Tigor, Pak Tino Sidin, Wakidi dan Ady Rosa. 2). Ciri
khas karya Yasrul Sami dari semua karya yang ada hampir memiliki kesamaan
seperti penggunaan simbol, huruf, angka kemudian tetesan air yang kerap kali
digunakan oleh Yasrul, ledakan objek dan bagian ruang lapang yang selalu hadir,
kemudian warna yang dihadirkan selalu suram dan gelap, Yasrul bisa dikatakan
jarang sekali memakai warna terang dalam karyanya, yang mana hal tersebut merupakan
kepribadian Yasrul Sami yang terkadang bisa sangat emosional dan terkadang
damai dan harmonis (Sami, 2022).
12.
ANALISIS FORMAL KARYA LUKISAN IDA BAGUS KETUT
SUTA
Teori: mimesis
Analisis
Berdasarkan dari data yang telah diperoleh untuk memenuhi
rumusan masalah yang telah ditentukan terhadap penelitiann analisis formal
lukisan Ida Bagus Ketut Suta maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Karakteristik
karya lukisan Ida Bagus Ketut Suta secara sederhana umumnya terlihat seperti
lukisan tradisi pewayangan yang ada di Bali namun yang menjadi pembeda dimana objek
pewayangannya memiliki unsur yang bersumber dari gaya lukisan wayang kopang. Dimana
latar belakang beliau tumbuh di lingkungan yang memiliki ketertarikan terhadap
seni tradisional dan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran terhadap karya lukis
yang telah lahir di desanya yakni lukisan wayang kopang. 2. Tema yang biasa
diangkat dalam lukisan Ida Bagus Ketut Suta banyak diangkat dari kisah-kisah
dari ajaran Hindu dan cerita rakyat lokal, dari cerita-cerita itu Ida Bagus
Ketut Suta mengembangkan visual dengan gaya tradisional sebagai tampilan dalam
lukisannya, dengan pengerjaan khas wayang kopang mengunakan cat akrilik diatas
kanvas, dimana teknik sigar menjadi prinsip pengerjaan lukisan nya. 3. Bentuk
karya lukisan Ida Bagus Ketut Suta yaitu lukisan tradisional pewayangan dimana
tampilan dari lukisan Ida Bagus Ketut Suta pelajari dan mengembangkan lukisan
tadisional wayang kopang dengan visual wayang yang lebih interaktif, beberapa
bagian terlihat lapang dan dibeberapa objek visualnya memiliki pedekatan
realistis kemudian warna yang ditampilkan sedikit kelam karena penggunaan
campuran warna akrilik yang tipis.
13.
KARYA LUKISAN BENNY SUBIANTORO
Teori: mimesis plato
Analisis
Benny Subiantoro lahir di Bondowoso, Surabaya, tanggal 25 Mei
1952. Beliau adalah seorang dosen di Fakultas Seni Dan Desain (FSD) Universitas
Negeri Makassar (UNM) hingga sekarang. Kemampuan melukis yang di miliki oleh
seorang Benny Subiantoro hingga akhirnya, beliau dipercayakan untuk memegang jabatan
sebagai seorang seorang dosen yang memegang mata kuliah di bidang seni rupa,
khususnya melukis. Mulanya Beliau menyenangi karya lukisan gaya realis milik
seorang seniman terkenal yakni Basuki Abullah, kemudian beralih pada gaya
lukisan ekspresionis yang terpengaruh oleh gaya lukisan Affandi dan Amri Yahya
yang menyukai teknik pewarnaannya. Selanjutnya, gaya lukisan beliau berubah ke
arah dekoratif akibat menerima pesanan lukisan sehingga beliau menyenangi gaya
lukisan tersebut, namun tidak meninggalkan gaya lukisan sebelumnya. Perubahan
gaya lukisan yang terakhir pada abstrak, yang diperoleh beliau ketika
melanjutkan studi pascasarjananya di ISI Yogyakarta. Terdapat salah satu eksperimen
yang dilakukan beliau ketika berkarya, yakni membuat karya lukisan menggunakan
bahan pewarna alam yang diolah sendiri dan media berupa kertas dan kanvas. Pewarna
alam yang diolah berupa warna kuning yang dihasilkan melalui bahan kunyit,
warna hijau yang dihasilkan melalui bahan daun pandan yang dicampur dengan daun
jeruk, warna cokelat yang dihasilkan melalui bahan getah jarak dan bubuk cokelat,
warna merah dihasilkan dari bahan kayu mahoni yang direndam dan dicampur dengan
teh, serta warna ungu yang dihasilkan dari buah coppeng (dalam bahasa Jawa: duwet
ato kersen). Proses melukisnya menggunakan teknik basah. Penciptaan karya
lukisan yang dibuat oleh Beliau bertujuan untuk mengetahui efek ketahanan warna
pada media kertas dan kanvas. Hasil yang diperoleh pewarnaan pada media kertas
lebih tahan lama dibandingkan pada media kanvas, karena media kertas yang
dilapisi dengan perekat lem cair tidak mudah menyerap air sedangkan media
kanvas (bahan kain) memiliki celah yang dapat menimbulkan warna cat memudar. Melalui
pengalaman berkesenian lukis Benny Subiantoro dalam menciptakan karya lukisan,
dapat memberikan pembelajaran bagi penulis bahwa dalam menciptakan karya seni
seorang seniman tidak hanya terfokus pada satu jenis bahan saja, seorang seniman
harus mampu menuangkan kreativitasnya dengan menciptakan karya dari berbagai
jenis bahan.
14.
TUBUH SEBAGAI MEDIA UNGKAP PADA BAHASA RUPA KARYA
LUKIS HENDRA GUNAWAN DAN JEIHAN SUKMANTORO
Teori: mimesis
Analisis
Berdasarkan hasil analisis terhadap karya Hendra Gunawan dan
Jeihan Sukmantoro, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
a.
Tubuh menjadi tema sentral yang diangkat oleh
Hendra Gunawan dan Jeihan Sukmantoro karena melalui gestur, sikap tubuh hinggap
posisinya kedua seniman berupaya menyampaikan pesan secara personal yang khas.
Perempuan dilukiskan selain karena keindahannya juga karena melalui tubuh
inilah perupa dapat mengekspresikan perasaan dan mengkomunikasikannya kepada
apresiator. Pengalaman personal tiap perupa mempengaruhi cara pandang terhadap
perempuan. Hendra Gunawan menampilkan
perempuan karena baginya sosok perempuan mencerminkan kekuatan sekaligus
keindahan. Perempuan dilambangkan sebagai simbol dari kekuatan dan kerja keras
sekaligus kelembutan yang menekankan pada aspek feminitas. Sedangkan Jeihan
Sukmantoro sosok perempuan menjadi obyek sekaligus tema dalam karya-karyanya
dikarenakan melalui sosok perempuanlah ia dapat mengutarakan kekagumannya yang
mendalam terhadap peran kaum perempuan dalam kehidupan. Berbeda dengan Hendra Gunawan
yang mengaitkan sosok perempuan dengan tanggap sosial, maka karya Jeihan
Sukmantoro, sosok perempuan dilepaskan dari konteks tanggap sosial, sehingga
lebih karyanya lebih banyak menampilkan sosok perempuan secara tunggal.
b.
Berdasarkan analisis bahasa rupa yang diterapkan
pada karya-karya kedua seniman tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
karya-karya Hendra Gunawan lebih banyak menggunakan bahasa rupa yang bermuatan
cerita, dengan kata lain karya Hendra Gunawan lebih menekankan pada unsur
narasi. Untuk menceritakan secara mendetail maka Hendra menggunakan beberapa
cara yang biasa digunakan pada bahasa rupa anak maupun seni rupa tradisi,
antara lain menggunakan cara aneka tampak, tampak khas, dan longshoot untuk
mendapatkan bahasa tubuh dari obyeknya. Dengan demikian lukisan Hendra Gunawan
tidak semata hanya mendokumentasikan dan mendeskripsikan suatu keadaan, tetapi
juga menceritakan secara lebih rinci dan simbolik mengenai kekuatan,
ketergaran, semangat, dan kelembutan dalam satu obyek. Pada karya Jeihan
Sukmantoro, bahasa rupa yang digunakan lebih pada bahasa tubuh perempuan yang
menjadi obyeknya. Pemaknaan perempuan yang berbeda antara karya Jeihan dengan
karya Hendra, menyebabkan perupaannyapun berbeda. Pada karya Jeihan lebih menekankan
pada bagaimana menghadirkan kesan lembut sekaligus misterius yang tertanam pada
sosok perempuan. Oleh karena itu ia lebih banyak menampilkan sosok tunggal yang
digambarkan dalam berbagai posisi dengan bagian latar belakang polos, sehingga
tidak memberi ruang untuk membentuk suatu cerita atau narasi seperti umumnya
yang terdapat pada karya Hendra Gunawan.
15.
Analisis Artefak Cinta Dalam Karya Lukis Abstrak
Ekspresionis Acep Zamzam Noor
Teori: mimesis
Analisis
Periode lukis Acep Zamzam Noor berlangsung dari tahun 1997
sampai sekarang. Periode pertama Acep Zamzam Noor yaitu lebih banyak melukiskan
bentuk pigur, kemudian ditahun 2000-an Acep Zamzam Noor menggarap lukisan
tentang potret diri. Dan dari akhir tahun 2018 Acep Zamzam Noor mulai melukis
Abstrak Ekspresionis yang dimulai dengan judul utama Artefak Percintaan Kita.
Artefak Percintaan Kita merupakan sebuah series lukisan dan judul buku kumpulan
puisi karya Acep Zamzam Noor. Series ini di buat dari tahun 2018 sampai
sekarang. Artefak percintaan kita ini merupakan karya Acep Zamzam Noor dengan
salah satu tujan untuk menyampaikan pesan pengalamannya selama hidup dan berkesenian.
Artefak berarti benda bersejarah tegas Acep Zamam Noor, dan disini dia mencoba
untuk memvisualkan sejarah-sejarah yang pernah dia alami, baik dari pengalaman
cinta, kehidupan, keluarga, kepada sang pencipta, dan lainnya. Artefak
Percintaan Kita merupakan judul utama series lukisan yang dibuat Acep Zamzam
Noor dari akhir tahun 2018 sampai tahun 2020. Dalam series ini, terdapat 47
lukisan. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ternyata pada tahun 2018
terdapat 2 lukisan, terdapat 19 lukisan yang dibuat pada tahun 2019, dan 26
lukisan yang dibuat pada tahun 2020.
16.
KAJIAN WARNA DAN MAKNA PADA KARYA LUKISAN
PRANOTO
Teori: mimesis
Analisis
Dalam analisis ini penulis membahas tentang fenomena apa
yang terdapat pada objek yang akan digunakan sebagai media seni lukis. Hal ini
sesuai dengan pendapat Immanuel Kant (1951:5). Yaitu estetika sebagai
kesenangan yang dirasakan pada saat melihat benda atau objek. Seni adalah suatu
ekspresi yang ditunjukkan oleh manusia yang memiliki unsur seni, diungkapkan dalam
sebuah media yang nyata dan bisa dinikmati oleh seluruh panca indra manusia
Nandawan L. Hasanah (2013:8). Semiotik dibagi menjadi dua bagian yaitu penanda
dan petanda, penanda dilihat sebagai bentuk, wujud, fisik dapat dikenal melalui
wujud karya, sedangkan petanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui
konsep, fungsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya tersebut
Ferdinand De Saussure (1966:26).
17.
Analisis Semiotika pada Mural di Kota Medan
Teori: mimesis plato
Analisis
Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa dan mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam
mural di Kota Medan. Tanda-tanda tersebut di analisa dan dimaknai menggunakan
metode semiotika Charles Sanders Peirce. Dapat disimpulkan bahwa mural di Kota
medan mengandung pesan baik berupa sindiran atau kritikan, pemberitahuan,
ajakan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan
mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam berbagai Mural di
Kota Medan. Secara umum Hasil analisis data mural berdasarkan metode semiotika
segitiga makna Charles Sanders Peirce, maka dapat dilihat sistem yang berupa
sign, object, dan interpretant yaitu, Isu Satire pada Mural di kota Medan
menandakan sebuah mural yang berisi sindiran terhadap isu sosial yang terjadi
di masyarakat. Objek pada ilustrasi satire bervariatif seperti: orang utan,
pohon, api, kera. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu satire yakni
sindiran kepada masyarakat agar tidak mengekspoitasi hutan sembarangan dan
menjaga hutan dengan baik. Isu virus corona pada Mural di Kota Medan menandakan
sebuah pengingat kepada masyarakat Kota Medan untuk mematuhi protokol
kesehatan, dengan objek yang bervariatif seperti: seorang polisi yang
memakaikan masker kepada seorang pria, sebuah gambar virus yakni corona, gambar
polisi yang menyemprotkan hansanitizer kepada virus yang tampak terluka.
Sehingga interpretasi dari mural dengan isu virus corona adalah Mural tersebut
menghimbau masyarakat agar lebih mmeperhatikan protocol Kesehatan, sering
mencuci tangan, menggunakan masker, membawa handsanitizer untuk menjaga tubuh
agar terhindar dari virus corona yang tengah mewabah. Ilustrasi Pendidikan pada
Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi peringatan tentang
pentingnya Pendidikan bagi setiap anak. Objek pada ilustrasi pendidikan
bervariatif seperti: siswa, papan tulis, guru, ruang kelas, dan kutipan tentang
pendidikan Sehingga interpretasi dari mural tersebut yakni setiap orang berhak
mendapatkan Pendidikan dengan baik tanpa melihat latar belakang siswa dll.
Ilustrasi Politik pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural tentang pemilihan
umum yang berkenaan dengan poitik. Objek pada ilustrasi politik bervariatif seperti:
gambar uang, gawai, tulisan money politik. Sehingga interpretasi dari mural dengan
isu politik yakni sebuah media penyampai pesan kepada masyarakat agar masyarakat
lebih pintar, bijak dalam setiap menghadapi masalah politik di Indonesia khususnya
Kota Medan. Ilustrasi Lingkungan, pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah
mural yang berisi ajakan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan baik.
Objek pada ilustrasi lingkungan bervariatif seperti: bunga, pemandangan alam, keranjang
sampah, masyarakat, sapu, bunga, perahu, hewan. Sehingga interpretasi dari mural
dengan isu lingkungan yakni sebuah himbauan yang disampaikan melalui unsur keestetikaan
kepada masyarakat tentang betapa pentingnya menjaga Alam. Ilustrasi kemanusiaan,
Isu Kemanusiaan pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi
gambaran terhadap isu isu kemanusiaan yang terjadi di masyarakat. Objek pada
ilustrasi kemanusiaan bervariatif seperti: Wanita tanpa tubuh, janin, sketsa
munir, tangan dengan warna kulit yang berbeda. Sehingga interpretasi dari mural
dengan isu kemanusiaan di kota Medan yakni kita harus memanusiakan manusia,
kita dihimbau untuk saling menghargai, menghormati Hak Asasi setiap manusia.
Ilustrasi Peristiwa alam, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan menandakan
sebuah mural yang berisi peringatan akan sesuatu ataupun sebuah pengingat
kepada Masyarakat tentang peristiwa alam yang terjadi, Objek pada ilustrasi
tersebut seperti: KRI Nanggala 402 dan laut. Sehingga interpretasi dari mural
dengan isu peristiwa alam di kota Medan yakni kita harus menghargai jasa
ksatria laut yang gugur demi menjaga pertahanan bangsa.
Ilustrasi Dunia Anak, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan
menandakan sebuah mural yang berisi kritikan terhadap dunia anak. Objek pada
ilustrasi tersebut bervariatif seperti: anak-anak, kera, ikan, taman bermain,
kera, pintu. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu dunia anak di kota
Medan yakni kita harus tetap menjaga anak kita dari pesatnya perkembangan zaman
ini, kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita habis waktu hanya untuk bermain
gadget, masa kecil mereka dirampas. Mural di Kota Medan sebagai bentuk
peringatan dan pesan terhadap masyarakat Kota Medan agar tidak terlalu
membiarkan anak terlena dengan teknologi saat ini. Ilustrasi Narkoba, Isu tersebut
pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi tentang penyalahgunaan
Narkoba, Objek pada ilustrasi tersebut bervariatif seperti: jeruji besi, orang
tahanan, obat-obatan,suntik,dan kutipan tentang bahaya narkoba. Sehingga interpretasi
dari mural dengan isu narkoba di kota Medan yakni sebuah himbauan dan peringatan
kepada Masyarakat untuk tidak sesekali menggunakan atau menyalahgunakan
Narkoba, karena seperti kita ketahui bahwa menurut Pusat Badan Narkotika
Nasional pada laman resmi bnn.go.id, Sumut merupakan rangking 1 penyalahgunaan
narkoba. Ilustrasi Sejarah/ Ikon Daerah, Isu tersebut pada Mural di kota Medan
menandakan sebuah tanda sejarah yang mengingatkan masyarakat di kota Medan.
Objek pada ilustrasi tersebut seperti: gambar Menara air. Sehingga interpretasi
dari mural dengan isu sejarah/ikon daerah di kota Medan yakni medan memiliki
salah satu bangunan sejarah yang menjadi ikon kota tersebut yaitu Menara air,
yang digunakan sebagai objek wisata dan juga sebagai tempat warga mengambil
air. Ilustrasi tata tertib berkendaraan, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan
menandakan sebuah mural yang berisi tentang tanda peringatan dan himbauan
kepada pengendara di Kota Medan. Objek pada ilustrasi tersebut seperti: rambu
lalu lintas, gambar gawai, dan kutipan tentang hati hati berkendara. Sehingga
interpretasi dari mural dengan isu tertib berkendaraan di kota Medan yakni
sebuah pesan yang mengharuskan pengendara mengikuti aturan berkendara demi
keselamatan berlalu lintas. Maka dapat disimpulkan bahwa analisis data yang
dilakukan sebanyak 30 Mural dengan ilustrasi dan lokasi gambarnya yang berbeda.
Adapun jika diklasifikasikan berdasarkan ilustrasi maka, ilustrasi satire
sebanyak 2 mural, pencegahan covid sebanyak 5 mural, Pendidikan sebanyak 1
mural, politik sebanyak 1 mural, lingkungan sebanyak 5 mural, kemanusiaan sebanyak
3 mural, peristiwa alam sebanyak 1 mural, dunia anak sebanyak 6 mural, keluarga
sebanyak 2 mural, narkoba sebanyak 2 mural, dan tata tertib berkendaraan sebanyak
1 mural, dan jika ditotalkan maka jumlahnya tepat 30 mural. Klasifikasi berdasarkan
lokasi yakni, di Jl. Gatot Subroto, Medan Baru sebanyak 2 Mural, Jl. Ir. H. Djuanda
sebanyak 1 mural, Jl. Stasiun Kereta Api, Medan Kota sebanyak 9 mural, Jl. Bunga
Wijaya Kusuma, Medan Tuntungan sebanyak 4 mural, Jl. Dr. Mansyur, Medan Selayang
sebanyak 7 mural, Jl. Hj. Adam Malik, Medan Barat sebanyak 2 mural, Jl. Jawa, Medan
Kota sebanyak 1 mural, Jl. Let. Jend. M.Haryono No 11, Kota Medan sebanyak 3 mural
dan Jl. Sambu, Medan Kota sebanyak 1 mural, jika ditotalkan hasilnya tepat 30 mural.
Namun pada tulisan ini, peneliti hanya mengambil 11 mural sebagai sampel.
18.
ANALISIS ESTETIKA VISUAL SENI LUKIS KARYA PESERTA
DIDIK KELAS III SEKOLAH DASAR
Teori: mimesis
Analisis
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian
ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
Unsur-unsur dalam seni rupa sangat mempengaruhi
hasil karya seni lukis pada peserta didik kelas IIIA SD Muhammadiyah
Condongcatur. Hal itu karena terdapat unsur seni antara lain garis, warna,
bentuk dan ruang, serta gradasi. Dari hasil produk lukisan, unsur seni rupa
yang ditonjolkan sudah masuk dalam kategori bagus. Unsur garis yang ada sudah
sesuai dengan macam-macam garis namun penggunaan garis terbanyak dimulai dari
garis lengkung, garis gabungan, garis zig-zag, garis lurus, garis gelombang, dan
paling sedikit menggunakan garis putus-putus. Unsur ruang dan waktu peserta
didik lebih dominan pada bentuk informal saja, tetapi masih terlihat
keindahannya. Penggunaan warna dan gradasi masih banyak peserta didik yang
belum berani memberikan warna mencolok dalam karyanya termasuk dalam pembuatan
gradasi, sehingga hasil warna yang didapatkan hampir mirip satu sama lain.
Walaupun memiliki warna yang hampir sama, namun dalam karya peserta didik memiliki
bentuk dan ruang yang berbeda, sehingga memiliki nilai estetikanya masing-masing
karena di lihat dari sudut pandang yang berbeda-beda pula.
2.
Sebuah produk lukisan peserta didik memiliki
tipe lukisan yang berbeda-beda, karena setiap peserta didik memiliki imajinasi
estetikanya masing-masing. Tipe produk lukisan kelas IIIA SD Muhammadiyah
Condongcatur adalah tipe transparansi dan tipe naturalistik. Dengan tema
“pantai” peserta didik melukis dengan imajinasinya masingmasing sesuai dengan
tipe lukisan tranparansi walau sudah diberikan contoh oleh gurunya, namun hasil
karya yang diberikan masih terlihat realistik sesuai dengan tipe lukisan
naturalistik.
19.
KAJIAN IKONOGRAFI DAN IKONOLOGI LUKISAN RADEN
SALEH :“GOUVERNOUR-GENERAAL DAENDELS EN DE GROTE POSTWEG” (1838)
Teori: mimesis plato
Analisis
Kesimpulan kajian ini yang pertama adalah berbagai penanda
visual dalam lukisan potret “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg”
(1838) yang bersifat faktual dan ekspresional. Penanda visual faktual lukisan
ini, yaitu adegan sosok pria “bule” bertubuh tambun yang teridentifikasi
sebagai Gubernur Jenderal Daendels (1762-1818) berdiri tegak dengan pakaian
kebesaran yang lengkap dengan bintang jasa, tangan kanannya menggenggam
teropong, tangan kirinya sedang menunjuk ke sebuah peta, dan sebagai latar belakangnya
adalah sebuah pemandangan indah alam pegunungan dengan sebuah jalan berkelok
lengkap dengan pekerja-nya yang nampak sedang bekerja, jalan tersebut teridentifikasi
sebagai Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. Gaya pada lukisan ini dapat dikategorikan
sebagai gaya ketepatan obyektif. Raden Saleh, sebagaimana pelukis-pelukis di
Eropa abad ke-19, menganut gaya atau aliran Romantik yang senatiasa melukiskan peristiwa-peristiwa
dahsyat, dan mendramatisasi setiap adegannya, disamping itu juga mengangkat
idiom-idiom perlawanan terhadap penindasan, perjuangan, dan pembebasan. Penggambaran
ekspresional dalam lukisan ini adalah otoritas atau superioritas Daendels sebagai
Gubernur Jenderal. Kesimpulan kedua, meskipun bentuknya berupa lukisan potret,
tema lukisan “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) ini
berusaha mengungkap konflik politik dan tragedi yang ditimbulkan oleh
penindasan kolonialisme dan imperialisme, atau anti-kolonialisme. Lebih
spesifik lagi penindasan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda (dalam
hal ini diwakili oleh Daendels) terhadap rakyat pribumi demi kepentingan
ekonomi-politik mereka. Hal ini dibangun melalui jukstaposisi yang diciptakan oleh
Raden Saleh pada backgroud dan foreground, ia berusaha menciptakan suasana yang
kontras. Daendels dengan “kemegahan”-nya sebagai representasi pemerintah
kolonial Belanda dengan otoritasnya yang superior, kemudian para pekerja
inlander yang sedang membangun jalan raya sebagai representasi pribumi. Dari
pemaparan tema lukisan Raden Saleh “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote
Postweg” (1838) yang telah dirunut dari berbagai sumber sejarah, maupun imaji
dan berbagai alegori di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep yang dijadikan
landasan penciptaan lukisan ini oleh Raden Saleh adalah mengungkap konsep dasar
tentang konflik politik atau kekuasaan yang menindas. Kesimpulan ketiga, adalah
tentang nilai-nilai simbolik yang diungkapkan dalam lukisan tersebut. Proses
simbolisasi diperoleh lewat intuisi sintesis yang menyangkut tendensi esensial
pemikiran psikologi personal dan weltanschauung (pandangan hidup) Raden Saleh.
Dari berbagai latar belakang sosial-politik dan kultural, serta pengalaman pelukis
bergesekan dengan peristiwa-peristiwa atau tragedi penindasan yang menyentuh perasaannya
itu, maka lukisan yang dihasilkan merupakan kristalisasi simbol dari kritik
atau perlawanan terhadap penindasan oleh penguasa. Penghayatan atas realitas
dan empati pada tragedi pembangunan Jalan Raya Pos Anyer Panarukan, pada suatu
ketika memicu dorongan yang kuat pada diri Raden Saleh untuk “menyisipkan”
kritik simbolik dalam lukisan potret “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote
Postweg”. Dengan latar belakang sejarah kebudayaan tersebut, dan melihat
berbagai tendensi psikologis serta pandangan hidup Raden Saleh, maka lukisan
“Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) menjadi simbol dari
ungkapan ketertindasan masyarakat pribumi oleh pemerintah kolonial, atau sebuah
tragedi yang ditimbulkan akibat dari kolonialisme dan imperialisme. Adapun
ungkapan tersebut, “disembunyikan”, atau “disamarkan” oleh Raden Saleh dalam bentuk
lukisan potret Daendels. Sejauh pembacaan terhadap Raden Saleh sebagai pelukis
romatikisme pada era kolonial, merupakan seorang seniman yang unik sekaligus
penuh misteri. Banyak pertanyaan-pertanyaan mengenai dirinya yang sampai saat
masih belum terjawab, perihal perlawanan simbolik dalam karya-karyanya terhadap
pemerintah kolonial juga kerap kali masih diragukan. Untuk itu, diskursus
mengenai karya-karya Raden Saleh perlu dilakukan secara berkesinambungan,
terutama pada karya-karyanya yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Disamping itu, diskursus dengan paradigma disiplin ilmu yang beragam terhadap karya
Raden Saleh, dapat memunculkan kemungkinan makna yang baru dalam konteks masa
kini, sehingga karya Raden Saleh menjadi relevan untuk dibaca sepanjang zaman.
Hal ini dirasa penting, dalam kaitannya dengan Raden Saleh sebagai pelukis era
kolonial dengan karya-karya dan kehidupannya yang luar biasa, yang menjadi
kebanggaan, serta harta yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.
20. ANALISIS FORMAL KARYA LUKIS BAYU WARDHANA
Teori: mimesis plato
Analisis
Bayu Wardhana merupakan seorang pelukis on the spot, yaitu dimana perupa datang ke lapangan turun langsung ke obyek yang akan ia lukis, ia tangkap suasana yang ada untuk kemudian diguratkan dikanvas. Dimanapun Bayu melihat view yang menurutnya bagus atau indah dan menarik hatinya, Bayu pasti akan mengincar untuk kembali ketempat tersebut untuk menangkap suasana yang akan ia lukiskan. Bayu wardhana memilih melukis on the spot karena Bayu Merasa bahwa dengan melukis on the spot emosinya lebih kuat, Bayu bisa lebih total menuangkan apa yang ada dalam dirinya kekanvas, tentang kecintaannya terhadap alam beserta isinya yang memunculkan keindahan-keindahan baginya. Seperti yang Bayu ungkapkan dalam wawancara : “ Ngene lho, on the spot itu lebih liar emosinya yang liar ketemu dikanvas, keliaran kenakalan itu karena rohnya sangat kuat banget dilihat itu, saya jam 7 pagi berada di tanah lot disapa seorang pecalang, mas sudah ijin belum, ya udah, udah ijin, artinya bahaya duduk disitu, banyak bule yang datang melihat cantik-cantik akhirnya, membagi sikap ramah dengan bule, pas melukis mengundang daya tarik ya ada yang Tanya, itukan sebuah sikap. Ya itu menarik juga ya itu memahami lukisan juga sih jadi ya contoh yang tidak mesti seperti itu, pagi pagi cuacanya enak banget masakan yang kita suka sudah ada didepan mata catnya semua suasana hati juga enak, itu lukisan juga terpengaruh, alamnya itu lho alamnya kita hirup mengundang daya tarik ya. Beda misalnya orang-orang ambil digoogle lihat dikomputer cetak dulu dirumah pengap ruangan gak standar. Apapun fasilitas rumah studio yang bagus seperti apapun tidak bisa mengalahkan alam yang sebenarnya. Seperti yang kamu lukis itu ada disana ya kamu harus kesana caranya bersentuhan itu, berinteraksi”, ( wawancara Bayu, 17 Februari 2016). Bayu Wardhana mulai meraih perhatian setelah aksinya membakar patung kepala yang terbuat dari Koran dengan kerangka bambu setinggi emam kaki dan diperlihatkan di keraton Yogyakarta dalam penutupan acara Jogja Jamming- Biennale joga X pada tahun 2010 yang disaksikan sekitar 3000 enonton dengan euphoria dari berbagai lapisan masyarakat yang luar biasa. Pada saat itu dunia kesenirupaan diberbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dihebohkan dengan perbincangan terhadap aksi Bayu tersebut. Bahkan banyak seniman-seniman senior menkritisi aksi Bayu tersebut terutama seniman-seniman patung karena Dianggap menurunkan citra dari seniman-seniman Patung. Aksi tersebut merupakan aksi yang belum pernah dilakukan oleh seniman manapun dinegri ini. Seperti yang Ibu Juni katakan dalam Wawancara : “ Koe ki sopo pelukis kok malah wani wanine bakar patung, nek ngono kui rak yo ngentek-entekke pematung, nah setelah aksi tersebut pak Bayu Menjadi perbincangan di kalangan dunia kesenirupaan ”, ( Wawancara 11 April 2016).
Komentar
Posting Komentar