Mencari Referensi-Referensi Yang Relevan

Nama : Ulfa Wulandari 

NPM : 202246500706

Kelas : R3J

Mata Kuliah : Filsafat Seni

Dosen Pengampuh : Dr.Sn. Angga Kusuma Dawami M. Sn.


Analisis Jurnal

1.      KAJIAN SENI LUKIS KARYA ABDUL CHAMIM BERJUDUL “LUKISAN GUNDUL” PADA GALERI GENTONG MIRING, KECAMATAN SLUKE, KABUPATEN REMBANG

Teori: mimesis

Analisis

Abdul Chamim adalah seorang pelukis sekaligus pemilik galeri Gentong Miring di Kota Rembang. Abdul Chamim adalah salah satu pelopor komunitas seniman bernama Sanggar Pesisir. Abdul Chamim memiliki banyak prestasi atau riwayat pameran di dalam dan luar kota. Beberapa karyanya dikoleksi oleh para kolektor. Selain sebagai pelukis, Abdul Chamim dikenal sebagai sastrawan dan seniman pertunjukan. Konsep penciptaan Lukisan Gundul karya Abdul Chamim adalah representasi diri terhadap fenomena sosial yang terjadi di sekitar lingkungan. Tema yang diangkat adalah Sosial dan Religi. Sosial adalah hubungan kemanusiaan dan Religi adalah hubungan kebenaran manusia menuju Tuhannya. Proses penciptaan Lukisan Gundul karya Abdul Chamim meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap inspirasi, studi pustaka, diskusi, tahap perenungan, tahap pematangan gagasan, dan tahap visualisasi atau tahap melukis. Bentuk objek Lukisan Gundul karya Abdul Chamim adalah figur orang gundul. Menurut kepercayaannya terhadap Tuhan yang menciptakan manusia dengan perbedaan, maka beliau memutuskan untuk melukiskan dirinya sendiri sebagai manusia. Dalam berkarya beliau melukis sesuai dengan kepercayaan terhadap agama dan kesukaannya memakai kaos putih polos. Sehingga tercipta bentuk figur orang gundul memakai kaos putih polos dengan tubuh dipenuhi aksen-aksen rajah tulisan Arab gundul. Lukisan Gundul karya Abdul Chamim memiliki makna tentang ajakan untuk menjadi manusia yang berkemanusiaan, yaitu manusia yang menebarkan kebenaran jalan menuju Tuhan. Sehingga sebagian besar karya-karyanya merupakan bentuk kritis terhadap fenomena sosial, religi, politik, dan ekonomi.

 

2.      KAJIAN SENI LUKIS KARYA YUNUS SUNARTO

Teori: mimesis

Analisis

Yunus Sunarto dalam proses penciptaan karya seni lukis merupakan penggambaran kembali peristiwa- peristiwa yang terjadi pada alam sekitar. Aspek-aspek yang berkaitan dengan karya lukisnya antara lain: Konsep. Seni lukis yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Ia hanya ingin mengekspresikan sebuah emosi dan kenyataan kehidupan batinnya dalam bentuk obyek kenyataan sehari-hari. Medium dan alat yang digunakan adalah cat minyak dan kanvas. Yunus Sunarto dalam melukis sangat tidak terikat dengan teknik dan gaya, di mana ada ide secepatnya diwujudkan ke kanvas, dalam berkarya tidak terikat oleh waktu dan tempat, tergantung situasi dan kondisi, menyesuaikan waktu, antara waktu untuk kantor dan waktu untuk melukis. Bentuk seni lukis dari enam lukisan Yunus Sunarto yang mempresentasikan objek-objek alam dan isinya adalah sebagai karya seni yang mempunyai nilai-nilai estetika di antara unsur-unsur yang saling melengkapi antara warna, garis, tekstur, gradasi, irama, dan unsur desain dalam penyusunan objek-objek figur dan alam benda pada bidang kanvas. Keenam karya tersebut secara sinergi membentuk dan mengisi objek-objek manusia, perahu, buah, tebing, pepohonan, pesawat terbang, topeng-topeng, dan alam benda. Unsur tekstur dalam lukisan itu terbentuk oleh garis dan warna cat yang melekat dalam bidang kanvas. Yunus Sunarto menyusun objek-objek dan alam benda dalam setiap judul lukisan memunculkan variasi- variasi, misalnya menempatkan gatotkaca dengan pesawat (antara Barat dan Timur), antara Arjuna dengan Apel (Arjuna Mencari Apel), pemilihan obyek dan melukis tempat sembahyang yang di pinggir laut (Tanah Lot), Manusia di antara topeng-topeng (Wanita Bertopeng), Perahu yang tidak tertata simestris (Perahu-Perahu Nelayan), penggambaran Wanita yang menari bersama Topeng (Tiga Penari). Pembuatan garis-garis yang membentuk sifat atau karakter objek tokoh, objek alam serta alam benda sehingga benda seni tersebut mengandung unsur kompleksitas. Pemilihan warna yang cenderung suram dan berat (hitam, coklat, coklat tua, biru, maron, dan merah). Kadang sangat glamor (merah, kuning, biru muda, hijau). Objek-objek tersebut sebagai pusat perhatian, disusun pada bagian titik poros tengah bagian kanan dan kiri bidang gambar. Karya Yunus Sunarto sering mendapat apresiasi bahkan dikoleksi oleh sebagian masyarakat Kediri dan sekitarnya. Segala bentuk pengamatan ada pada lukisan Yunus Sunarto yang dianggap mempunyai ciri khas lebih dibanding beberapa lukisan karya teman-teman pelukis di Kediri, namun yang paling harus diakui oleh masyarakat Kediri pada khususnya, bahwa Yunus Sunarto merupakan aset daerah yang perlu mendapat apresiasi dan penghargaan tersendiri.

 

3.      ANALISIS OBJEK VISUAL DAN ISI LUKISAN KARYA S. PANDJI TAHUN 2017-2019

Teori: mimesis

Analisis

S. Pandji, lahir di Kediri tahun 1952. Pada usia 18 tahun mula-mula belajar melukis menggunakan cat minyak dari An Jien. Berikutnya pada usia 21 tahun belajar dari S Toyo dan M Sochieb di Surabaya. Interaksi dan komunikasi dengan sosok M Sochieb inilah yang membuat S. Pandji memiliki keinginan untuk lebih banyak belajar sejarah, mencintai sejarah. Pada akhirnya persinggungan itu membuatnya lebih memilih objek-objek yang berbau sejarah dan budaya untuk diolah dalam lukisan-lukisannya. Saat berusia 24 tahun secara sungguh-sungguh S. Pandji menekuni seni lukis tak hanya sebagai hobi semata namun ia berusaha untuk bisa hidup dari hasil karyanya. Hasil karya lukis S Pandji awalnya dibeli oleh pedagang lukisan keliling. Proses ini dinikmatinya selama kurang lebih empat tahun. Kenyataan kehidupan saat itu menunjukkan bahwa dalam menggantungkan penghasilan dari seni lukis sepertinya belum bisa menopang kehidupannya. Kondisi ini membuat S. Pandji berhenti dalam melukis. Di usia 29 tahun, S. Pandji mulai pengembangkan bisnis properti. Seiring perkembangan selanjutnya setelah bisa menuntaskan kuliahnya di S1 Teknik Sipil di ITATS Surabaya, kariernya di bidang properti memperoleh kemajuan. Bahkan S. Pandji pernah menjadi direktur pada perusahaan pengembang perumahan (real estate). Selama menekuni seni Lukis, S. Pandji mencoba mengembangkannya dengan bergabung ke dalam suatu komunitas seniman yaitu Adhicipta Art Community. Komunitas ini merupakan perkumpulan para seniman maupun pelukis dari berbagai latar belakang profesi yang bermacam-macam. Dari interaksi bersama komunitas inilah kemudian gairah berkaryanya timbul dan tumbuh kembali. Maka pada tahun 1993 S. Pandji “start” untuk memulai berkarya lagi. Hanya butuh waktu 2 tahun pada 1995 S Pandji berhasil menggelar pameran tunggalnya yang pertama di Hotel Mirama Surabaya. Dari aktivitasnya itu, S. Pandji lantas dikenal sebagai pelukis yang mengembangkan gaya atau corak surealis dan realis sekaligus. Pada keduanya, karya S. Pandji sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan latar belakang sejarah budaya spiritual khususnya Jawa. Bagi S. Pandji, apa yang dilukisnya merupakan bentuk dari penyelaman kehidupannya sejak kecil yang memang tumbuh dan dekat dengan budaya Jawa. Budaya Jawa itu tidak hanya dimengerti melainkan telah menjadi bagian hidupnya. Dia bahkan tidak hanya mendengarnya sebagai cerita namun juga menjalaninya. Misalnya dengan aneka gamelan yang dikuasainya karena telah terbiasa memainkannya sejak kecil. Karena itu isi lukisan S. Pandji pun memiliki nilai filosofis yang mendalam terhadap simbol dari budaya Jawa yang sangat kental. Dari sekian ciri, semua objek yang dia lukis bertujuan mengabadikan peninggalan sejarah dan budaya yang diketahuinya maupun yang berkembang di masyarakat. Dari sekian sejarah yang diminatinya itu adalah tentang Majapahit. Baginya Majapahit adalah warisan budaya yang harus dilestarikan agar generasi muda mampu menghargai nilai-nilai budi luhur yang ditinggalkan untuk menjadi inspirasi mencapai masa depan bangsa yang lebih baik. Melalui lukisan lukisannya tampak S. Pandji ingin mengajak penikmat lukis untuk menjadikan nilai-nilai budaya Jawa dan sejarah kejayaan Majapahit menjadi modal untuk memacu kemajuan bangsa Indonesia saat ini. Ada suatu Bentuk optimisme yang besar yang ditunjukkan oleh S. Pandji dalam karya-karyanya. Ia memiliki misi yang sangat luhur sebagai bentuk tanggung jawabnya pada bidang yang ditekuninya, seni lukis. Bagi S. Pandji, seni lukis adalah ladang tempat ia berkarya yang bermanfaat bagi orang lain. Utamanya menyampaikan pesannya sendiri tentang hal-hal positif yang seharusnya diketahui oleh khalayak luas. Apalagi jika menyangkut masa depan bangsa ini. Ada tiga hal yang ingin dicapai S. Pandji dalam lukisan-lukisannya. Pertama dia bermaksud menuturkan dan menularkan sejarah Majapahit agar tetap lestari. Kedua, S. Pandji ingin agar nama besar Majapahit tetap dikenang generasi penerus bangsa. Yang ketiga agar Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Magrwa tetap menjadi pijakan sikap perilaku sehingga NKRI menjadi lebih kokoh.

 

4.      ANALISIS KARYA LUKIS BERJUDUL “KAKAK DAN ADIK” BERDASARKAN SUDUT PANDANG DE WITT H. PARKER

Teori: mimesis plato

Analisis

Objek formal merupakan jalan sekaligus cara bagi seseorang atau kelompok tertentu untuk mengetahui sisi lain di balik pembuatan karya lukis, entah itu dalam sudut pandang estetika, sejarah pembuatan, tanda dari keberadaan sebuah karya, dan lain-lain. Lukisan “Kakak dan Adik” (1971) karya Basuki Abdullah merupakan salah satu produk karya seni rupa yang keindahannya dapat dilihat melalui analisis formal dalam sudut pandang teori bentuk estetis yang dirumuskan oleh DeWitt H. Parker. Hasil analisis ini semakin memperjelas mengenai “apa dan bagaimana” keterkaitan antara unsur-unsur yang termuat pada lukisan dalam menciptakan suatu makna menyeluruh. Dalam hal ini, makna menyeluruh yang dimaksud adalah rasa empati Basoeki Abdullah pada kasih sayang dan kemanusiaan yang pada dasarnya menjadi cikal bakal pembentuk nilai indah pada lukisan. Nilai-nilai keindahan yang termuat dalam lukisan tersebut telah terbuktikan melalui analisis dalam asas kesatuan, asas tema, asas variasi menurut tema, asas keseimbangan, dan asas perkembangan. Setiap unsur pada lukisan “Kakak dan Adik” baik itu dalam warna, bentuk, dan pola pencahayaan yang saling terkait dan membutuhkan digunakan dalam membangun konsep realitas kehidupan sosial masyarakat pada masa itu. Hal itu semakin terlihat jelas dengan penguatan garis besar konsep lukisan melalui penguasaan teknik realis pada mimik wajah dan proporsi kedua objek, yakni kakak dan adik (yang berada dalam gendongan). Kedua bentuk ini merupakan ilustrasi dari situasi dan kondisi Negara Indonesia kala itu yang memasuki era Pemerintahan Orde Baru, di mana pembangunan bangsa pada era tersebut menciptakan perubahan sosial yang cukup signifikan. Persoalan pokok kala itu yang terjadi pada awal pemerintahan Orde Baru tentu sangat berdampak pada masyarakat kecil kala itu yang pada masanya terpaksa harus merasakan hidup dalam kesenjangan sosial, susahnya mencari pekerjaan yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran juga angka kemisikinan yang menimbulkan marak terjadinya kasus kriminalitas, serta perubahan sosial lainnya. Peristiwa dan situasi memilukan itulah yang pada akhirnya memantik rasa kemanusiaan basuki Abdullah, mendorongnya membuat karya lukis berjudul “Kakak dan Adik”. Dalam lukisan ini, perasaan iba dan sedih adalah bagian dari emosi yang sangat dapat dirasakan dari “bagaimana” kedua objek tersebut dilukiskan. Beberapa faktor diantaranya, yakni warna hitam pada pakaian kedua objek yang identik dengan kesedihan serta tatapan kosong dan mimik wajah yang menjadi bagian utama dalam membangkitkan perasaan iba pada setiap penikmatnya. Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lukisan “Kakak dan Adik” karya Basuki Abdullah memang terbukti mengandung nilai-nilai keindahan berdasarkan teori bentuk estetis dalam sudut pandang De Witt H. Parker.

 

5.      ANALISIS LUKISAN ‘ORANAMEN TROPIS’ KARYA JOKO PRAMONO DENGAN PENDEKATAN TEORI IKONOGRAFI DAN IKONOLOGI

Teori: mimesis

Analisis

Penelitian ini yang pertama mengenai berbagai pemaknanan visual lukisan ‘Ornamen Tropis’ karya Joko Pramono (2017) , yang terdiri dari makna faktual dan makna ekspresional. Makna faktual lukisan ini adalah objek manusia berkepala burung yang duduk disarang seperti menikmati waktu bersama keluarganya, pengembala yang duduk di atas sapi,tiga anak laki-laki memegang ikan, wanita berambut ungu yang memegang burung, sosok manusia berbadan anyaman, anak laki-laki yang menatap puzzle, sosok manusia yang tertidur di samping sofa, dan perempuan yang duduk mengamati sekitarnya. Berdasarkan sejarah gaya, lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya surealis yang berkembang pada masa kontemporer. Penggambaran ekspresional dari seluruh objek tersebut mengungkapkan suatu kondisi merindukan alam yang subur atau sedang bernostalgia mengenai alam Indonesia yang dulunya masih terjaga dan banyak lahan hijau. Dalam hal penggayaan, lukisan ini dikatergorikan sebagai perpaduan gaya surealis dan realis. Yang kedua yaitu tentang tema yang diungkapkan dalam lukisan ‘Ornamen Tropis’ adalah perubahan gaya hidup lingkungan tempat tinggal seniman. Kemudian, konsep yang menjadi dasar penciptaan karya lukis ini berdasarkan alegori yang ditemukan adalah konflik sosiokultural. Memasuki abad 21dihadapkan berbagai persoalan sosial dan budaya, politik, ekonomi dan berbagai persoalan mengenai moralitas kehidupan. Yang ketiga, yaitu nilai simbolik yang diungkapkan dalam lukisan Joko Pramono, terutama dalam lukisan ‘Ornamen Tropis’, adalah bentuk kristalisasi simbol mengenai nostalgia akan alam yang terintegrasi. Dalam sejarah gejala kebudayaan. Joko Pramono berorientasi pada masalah sosiokultural dalam mencari sumber idenya. Hal itu dapat terlihat dari perubahan perilaku masyarakat yang menjadi konsumtif di lingkungan tempat tinggal Joko Pramono. Karya milik Joko Pramono telah mengarah kepada kritik sosial dan budaya yang menyimbolkan fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar seniman

 

6.      ANALISIS VISUAL LUKISAN KARYA ALY WAFFA PERIODE 2019-2022 DI GRESIK JAWA TIMUR

Teori: mimesis

Analisis

Proses analisis visual lukisan karya Aly Waffa Periode 2019-2022 meliputi; (struktur visual atau unsur visual : 1. Garis adalah unsur dasar atau acuan dasar dalam pembuatan goresan-goresan akar, 2. Tema lukisan adalah pengambaran keterkaitan antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, manusia dengan alam (tempat tinggal) hasil inspirasi dari bermain di Gudang Dolomit. 3. Warna yang digunakan adalah primer dan sekunder sesuai dengan konsep yang telah dibuat, 4. Tekstur yang tercipta dari teknik kerok yaitu sedikit timbul dan kasar, 5. Teknik kerok sebagai teknik lukisan yang diterapkan, Alat dan Bahan : kerokan, pisau palet, kuas, kanvas, spanram, cat minyak, thinner, dan varnish. Terakhir yaitu proses melukis seorang Aly Waffa). Gaya lukisan karya Aly Waffa adalah surealis dan dekoratif. Karakteristiknya berupa menghidupkan suasana imajinatif dari manusia, hewan, dan alam juga latar. Sehingga menciptakan narasi yang jelas dalam setiap goresannya. Aly Waffa mulai membentuk guratan-guratan menyerupai akar yang mendasar pada unsur garis. Bentuk guratan-guratan tersebut menunjukkan ekspresi yang sedang dirasakan. Semua lukisan yang diciptakan merupakan sesuatu yang timbul dari keresahan yang dirasakannya. Proses melukis Aly Waffa, perkembangan dan hasil analisis visual lukisan menunjukkan adanya perubahan yang berkembang dalam segi objek dan warna. Karya pada tahun 2019 terlihat lebih sedikit menampung objek detail karena lebih menampilkana background yang hidup. Tahun 2020 dan 2021 objek yang dihadirkan jauh lebih banyak dan menyeluruh dengan detail yang konsisten. Tahun 2022, objek yang ditampilkan lebih variatif dan konsisten dengan memanfaatkan semua sisi backgroundnya. Dalam segi warna, bisa dilihat perubahan warna yang dilukiskan semakin berwarna cerah dan manis dimata namun tidak mengurangi konsep diawal.

 

7.      Keberanian dan Kritikan dalam Lukisan Presiden R.I. TH. 2001 SUHARDI

Teori: mimesis plato

Analisis

Suhardi (1912-1994) adalah salah satu seniman Indonesia terkemuka yang memainkan peran penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia pada abad ke-20. Karya-karyanya mencerminkan pandangan politik dan sosialnya serta menggambarkan realitas kehidupan seharihari masyarakat Indonesia pada masa itu. Dalam hal ini, lukisan Suhardi memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat dan sosial. Seperti, sebagai bentuk kritik social. Lukisan-lukisan Suhardi banyak menggambarkan realitas sosial dan politik Indonesia pada masa itu, termasuk ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat. Dengan adanya tuturan dapat membuat seseorang merasa lapang, tidak khawatir, menenangkan, ataupun mengurangi rasa seseorang yang merasa gelisah(Ayu Made Wedasuwari et al., 2022).Sebagai seniman yang terlibat dalam gerakan sosial politik, Suhardi menggunakan lukisan sebagai media untuk menyampaikan kritik terhadap pemerintah dan masyarakat yang miskin dan terpinggirkan. Lukisan-lukisannya menjadi bentuk kritik sosial yang kuat dan tentunya kritik sosial yang disampaikan sesuai dengan konteks situasional pada masyarakat(Rahma et al., 2022). Sebagai sumber inspirasi. Lukisan Suhardi juga memberikan inspirasi bagi seniman dan pelukis lainnya di Indonesia. Gaya dan teknik yang digunakan oleh Suhardi, seperti pewarnaan dan penekanan pada detail, menjadi contoh dan acuan bagi banyak seniman rupa di Indonesia. Hal ini berkontribusi pada perkembangan seni rupa Indonesia dan membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan seni rupa modern di Indonesia. Sebagai alat Pendidikan. Lukisan-lukisan Suhardi dapat digunakan sebagai alat pendidikan untuk memperkenalkan dan mengenalkan sejarah dan budaya Indonesia pada generasi muda. Sebagai contoh, lukisan-lukisan Suhardi yang menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan pada masa itu dapat digunakan untuk mengajarkan tentang kehidupan di pedesaan dan budaya Indonesia. Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan mengembangkan kemampuan penalaran, komunikasi dan pemecahan masalah, serta sikap yang menghargai kebermanfaatan materi yang disampaikan.(Utomo & Yulianti, 2017) sebagai bagian dari warisan budaya. Lukisan-lukisan Suhardi adalah bagian dari warisan budaya Indonesia yang berharga dan patut dilestarikan. Sebagai seniman Indonesia yang berkontribusi besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia, lukisan-lukisan Suhardi harus dijaga dan dirawat agar dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya. Seperti pada lukisannya yang berjudul “PRESIDEN RI. TH. 2001 SUHARDI” merupakan lukisan sosok dirinya yang berseragam bak presiden. Dalam lukisan itu ia menggambarkan kekecewaanya terhadap kepemimpinan presiden Soeharto pada masa itu, ia berpedapat bawa Soeharto sudah tidak pantas menjadi pemimpin setelah gagal megatasi perasalahan yang ada di Indonesia. Yang pada saat itu, Indonesia berada dalam periode Orde Baru yang ditandai oleh pemerintahan otoriter dan perekonomian yang berkembang dengan pesat. Pemerintahan pada tahun 1980 fokus pada program pembangunan ekonomi dan modernisasi. Pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada lima tahunan, dan dalam periode tersebut, Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, di sisi lain, pemerintahan Soeharto juga diwarnai oleh berbagai pelanggaran hak asasi manusia, kebijakan yang tidak demokratis, dan korupsi yang merajalela di kalangan elite pemerintahan. Beberapa kasus yang kontroversial pada saat itu termasuk penembakan mahasiswa di Trisakti pada tahun 1998 dan penghilangan orang-orang yang dituduh terlibat dalam gerakan separatis di Timor Timur. Yang pada akhirnnya, kebijakan pemerintah pada era Orde Baru dianggap telah menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang signifikan di antara masyarakat Indonesia. Pemerintahan Soeharto berakhir pada tahun 1998 setelah terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut reformasi politik dan tuntutan hak asasi manusia di seluruh Indonesia. Lukisan Presiden RI tahun 2001 Suhardi merupakan lukisan yang mengandung makna dan simbolisme yang dalam. Lukisan ini menggambarkan keberanian dan kritik yang ingin disampaikan oleh pelukis terhadap kondisi politik dan sosial pada saat itu. Salah satu elemen visual yang dapat dilihat pada lukisan ini adalah warna. Penggunaan warna merah dan hitam pada lukisan ini dapat diinterpretasikan sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Warna merah yang menggambarkan semangat juang yang tinggi, sementara warna hitam melambangkan keberanian dan ketegasan dalam menghadapi tantangan dan rintangan. Komposisi lukisan juga sangat penting untuk memahami makna dan simbolisme yang terkandung di dalamnya. Lukisan ini menggunakan komposisi yang simetris dan terpusat pada wajah seorang Suhardi dengan latar belakang warna biru tua. Hal ini dapat diartikan sebagai simbol keyakinan Suhardi dalam memperjuangkan kritikannya. Selain itu, teknik lukisan yang digunakan oleh pelukis juga memberikan kontribusi besar terhadap penggambaran makna dan simbolisme pada lukisan ini. Teknik lukisan yang realistis dan detail pada wajah Suhardi yang digambarkan menggambarkan keberanian dan ketegasan dalam sikap dan tindakan. Di sisi lain, teknik penggunaan warna yang kontras dan agresif pada lukisan ini memberikan kesan yang kuat dan memperkuat makna dan simbolisme yang ingin disampaikan oleh pelukis. Sistematika dalam dunia seni rupa Warna dikenal dengan nama “roda warna” (color wheel). Lingkaran ini terdiri dari tiga warna utama, yaitu kuning (K) di bagian atas dan merah (M) dan biru (B) di sudut bawah segitiga sama sisi.(Junaedi & Blues Tanos, 2019) penggunaan warna, komposisi, dan teknik lukisan yang tepat dan efektif digunakan untuk menggambarkan keberanian dan kritik terhadap kondisi politik dan sosial pada saat itu. Lukisan ini dapat dilihat sebagai pengingat penting bahwa keberanian dan ketegasan dalam menghadapi tantangan dan rintangan merupakan kunci untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa. Lukisan tersebut menggambarkan Presiden RI tahun 2001, Suhardi, yang sebenarnya tidak pernah ada. Suhardi seolah-olah menggantikan sosok Presiden RI saat itu. Lukisan ini bisa diartikan sebagai sebuah representasi visual tentang kekuasaan Presiden Soeharto pada masa itu. Lukisan ini mencerminkan gaya seni rupa Suhardi yang khas, dengan ciri khasnya yang mencolok adalah penggunaan warna cerah dan teknik pewarnaan yang menghasilkan kontras yang kuat antara warna-warna yang digunakan. Gaya seni rupa Suhardi juga menonjolkan detail dalam penggambaran objek dan orang yang digambarkan. Pada tahun 1980 karya tersebut ditampilkan dalam pameran seni forum pelukis muda Indonesia ditaman ismail marzuki. Pemasangan foto dirinya ditengah pemerintah represif dan militeristik orde baru merupakan bentuk perlawanan dan juga menjadi tantangan terhadap penguasa. Karya tersebut seakan menentang hegemoni orde baru dibawah pimpinan presiden Soeharto. Hari itu Suhardi ditangkap dan diinterogasi secara habis habisan selama tiga hari oleh apparat laksus jaya. Kemudian atas permintaan wakil presiden Adam Malik karena bertepatan dengan peringatan hari hak asasi manusia (HAM) suhardi pun dibebaskan. Dalam kesimpulannya, dampak lukisan Suhardi bagi masyarakat dan sosial Indonesia sangat besar dan beragam. Lukisan-lukisan Suhardi tidak hanya memberikan inspirasi bagi seniman dan pelukis lainnya, tetapi juga menjadi alat pendidikan dan bagian dari warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Sebagai seniman yang terlibat dalam gerakan sosial politik, Suhardi juga telah memberikan kontribusi penting dalam upaya perubahan sosial dan politik di Indonesia.

 

8.      Analisis Estetik Karya Seni Lukis Moel Soenarko yang Bertema Heritage

Teori: mimesis plato

Analisis

Dalam menentukan konsep berkarya lukis dengan tema heritage, Moel Soenarko melewati beberapa tahapan dalam mencapainya. Hal tersebut dikenal dengan proses ide kreatif. Berdasarkan teori Graham Wallas, beberapa tahapan tersebut yaitu tahap persiapan, tahap pengeraman, tahap pencerahan, dan tahap pembuktian. Pada tahap persiapan, dimana beliau memikirkan dan mengeksplorasi sebuah ide untuk menghasilkan sebuah karya lukis dengan tema heritage. Munculnya sebuah ide memerlukan adanya stimulan yang berasal dari dalam diri Moel (faktor internal) dan dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal yang memengaruhi munculnya sebuah ide bagi Moel Soenarko yaitu kenangan. Kenangan tercipta berdasarkan pengalaman pribadi, interaksi sosial, dan masa sejarah, serta rasa empati yang tertanam dalam dirinya. Faktor internal didukung dengan adanya faktor eksternal seperti melakukan observasi dan wawancara, membaca artikel. Faktor-faktor internal yang tersimpan di dalam memori alam bawah sadar, bisa dikatakan telah memasuki tahap pengeraman atau inkubasi. Dibantu dengan stimulan yang berasal dari luar diri (faktor eksternal) seperti observasi, wawancara, dan membaca berita, berguna untuk membantu pengumpulan data lebih banyak dan semakin memperkuat misi Moel dalam berkarya. Hal selanjutnya melalui proses kontemplasi yang berfungsi untuk memilah informasi-informasi yang telah didapat.

 

9.      ANALISIS SEMIOTIKA PADA LUKISAN WANITA BERHIJAB KARYA AMEENA Y. KHAN

Teori: mimesis

Analisis

Kesimpulan yang diperoleh dari temuan dan hasil analisis data dari kelima lukisan wanita berhijab karya Ameena Khan adalah kelima lukisan tersebut mengungkap pesan arti dan makna meminimalisir ketegangan serta stereotip dan citra buruk Islam sebagai minoritas di Amerika Serikat. Kelima gambar lukisan itu peneliti sajikan dengan menggunakan analisis semiotika yang berdasarkan objeknya membagi atas ikon, indeks dan simbol. Peneliti juga menjelaskannya dalam bentuk tabel yang disertai keterangan dan kesimpulan makna pesan yang direpresentasikan dari hasil analisa pada tiap gambarnya. Ikon di dalam kelima lukisan tersebut berupa gambar wajah dari sosok wanita yang tentunya digambarkan mengenakan hijab. Disini, Ameena Khan melukiskan sosok wanita berhijab dengan cukup unik dan berbeda. Hijab pun digambarkan dengan nuansa dan sentuhan modern. Sehingga peneliti menyimpulkan hal tersebut sebagai gaya atau karakteristik dari lukisan seorang Ameena Khan. Sedangkan untuk indeks pada analisa data tersebut pada umumnya berupa ekspresi dari objek lukisan. Disini pesan dan makna yang terkandung dapat dianalisa dan dipahami semakin rinci dan jelas. Ekspresi berkaitan erat dengan psikologis manusia. Simbol, pada bagian ini peneliti menentukan warna (pemilihan warna) sebagai simbol dalam penelitian ini. Warna memiliki makna dan pesan tertentu di baliknya. Maka dari itu warna sebagai simbol memperkuat analisa peneliti dalam menginterpretasikan pesan dan makna dalam lukisan tersebut. Namun selain pemilihan warna, pada beberapa lukisan terdapat tulisan yang dijadikan sebagai simbol. Selain analisa dengan perspektif semiotika, peneliti juga sedikit mengulas dan menyinggung beberapa aspek yang relevan, seperti kreatifitas melalui komunikasi non-verbal, seni dalam padangan Islam serta latar belakang dan arti Islamophobbia tersebut sebagai gambaran umum.

 

10.   ANALISIS KONSEP DAN BENTUK VISUAL KARYA LUKIS IVAN HARIANTO PADA PAMERAN “CITY WITHOUT PEOPLE” TAHUN 2010

Teori: mimesis plato

Analisis

Dengan memperlihatkan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dan jalanan yang besar namun kosong akan manusia serta ditambah dengan nuansa kromatik yang menambah kemuraman suasana di perkotaan maka kita diajak oleh Ivan untuk merenungi atau merefleksikan kehidupan di kota besar pada saat ini yang serba hedonis dan menggandrungi konsumerisme yang dapat kita lihat dari tanda-tanda komersial yang terpantul dalam lukisan. Kita lihat dalam lukisan Ivan, adanya mal, jalan, dan di ruang pajang mobil-ada tanda-tanda komersial, antara lain Hamburger, Mac Donald, Carrefour, dan Bread Talk, yang merupakan ciri-ciri akan budaya globalisasi yang telah begitu menguasai ruang-ruang publik di Jakarta dan Surabaya-juga sudah pasti di kota-kota lainnya di Indonesia. Kehadiran symbol-simbol globalisasi itu yang diwakili oleh mal, pertokoan, dan pusat perbelanjaan yang serba gemerlap harus diakui telah mengubah gaya hidup masyarakat perkotaan-dalam hal ini cara mengonsumsi sesuatu dengan instan asal terkesan mewah tanpa memerdulikan rasa keadilan kepada sesama manusia dan lingkungan hidup. Globalisasi-dengan rupa yang memikat-telah berhasil membujuk masyarakat perkotaan untuk menggandrungi konsumerisme, yang merupakan pengaruh dari kapitalisme yang akan terus-menerus berkembang tidak hanya menggerogoti habis batas-batas-batas daya dukung lingkungan hidup dalam bentuk sumber daya bumi, namun juga pada pola pikir dan perilaku masyarakatnya dan inilah yang mungkin coba diangat oleh Ivan dalam lukisan-lukisannya. Bentuk lukisan Ivan harianto lebih mengeksplor bentuk bangunan dan lebih menggali obyek bangunan tanpa aktivitas manusia. Pada beberapa lukisan tanda-tanda locus terlihat kabur sehingga tak spesifik merujuk ke tempat tertentu. Seperti pada ilustrasi pintu atau dinding kaca memantulkan benda-benda dan warna di sekitarnya. Selain itu warna terang dan gelap berselang-seling membentuk bidang-bidang geometric yang dapat disebut keduanya sebagai cabaran komposisi warna-bidang belaka.

 

11.   ANALISIS KARYA SENI LUKIS YASRUL SAMI

Teori: mimesis

Analisis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap Yasrul Sami tentang konsep perjalanan kekaryaan and ciri khas dari karya Yasrul Sami dapat  disimpulkan beberapa hal diantaranya :1). Dalam perjalanan kekaryaan Yasrul Sami mendapati berbagai orang hebat. Kehidupan sosial dan masyarakat sangat mempengaruhi karya dari seorang seniman, mulai dari Yasrul menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai menjadi seorang dosen, dan untuk mencapai hal itu ada beberapa orang yang menjadi motivasi Yasrul yaitu Pak Tigor, Pak Tino Sidin, Wakidi dan Ady Rosa. 2). Ciri khas karya Yasrul Sami dari semua karya yang ada hampir memiliki kesamaan seperti penggunaan simbol, huruf, angka kemudian tetesan air yang kerap kali digunakan oleh Yasrul, ledakan objek dan bagian ruang lapang yang selalu hadir, kemudian warna yang dihadirkan selalu suram dan gelap, Yasrul bisa dikatakan jarang sekali memakai warna terang dalam karyanya, yang mana hal tersebut merupakan kepribadian Yasrul Sami yang terkadang bisa sangat emosional dan terkadang damai dan harmonis (Sami, 2022).

 

12.   ANALISIS FORMAL KARYA LUKISAN IDA BAGUS KETUT SUTA

Teori: mimesis

Analisis

Berdasarkan dari data yang telah diperoleh untuk memenuhi rumusan masalah yang telah ditentukan terhadap penelitiann analisis formal lukisan Ida Bagus Ketut Suta maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Karakteristik karya lukisan Ida Bagus Ketut Suta secara sederhana umumnya terlihat seperti lukisan tradisi pewayangan yang ada di Bali namun yang menjadi pembeda dimana objek pewayangannya memiliki unsur yang bersumber dari gaya lukisan wayang kopang. Dimana latar belakang beliau tumbuh di lingkungan yang memiliki ketertarikan terhadap seni tradisional dan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran terhadap karya lukis yang telah lahir di desanya yakni lukisan wayang kopang. 2. Tema yang biasa diangkat dalam lukisan Ida Bagus Ketut Suta banyak diangkat dari kisah-kisah dari ajaran Hindu dan cerita rakyat lokal, dari cerita-cerita itu Ida Bagus Ketut Suta mengembangkan visual dengan gaya tradisional sebagai tampilan dalam lukisannya, dengan pengerjaan khas wayang kopang mengunakan cat akrilik diatas kanvas, dimana teknik sigar menjadi prinsip pengerjaan lukisan nya. 3. Bentuk karya lukisan Ida Bagus Ketut Suta yaitu lukisan tradisional pewayangan dimana tampilan dari lukisan Ida Bagus Ketut Suta pelajari dan mengembangkan lukisan tadisional wayang kopang dengan visual wayang yang lebih interaktif, beberapa bagian terlihat lapang dan dibeberapa objek visualnya memiliki pedekatan realistis kemudian warna yang ditampilkan sedikit kelam karena penggunaan campuran warna akrilik yang tipis.

 

13.   KARYA LUKISAN BENNY SUBIANTORO

Teori: mimesis plato

Analisis

Benny Subiantoro lahir di Bondowoso, Surabaya, tanggal 25 Mei 1952. Beliau adalah seorang dosen di Fakultas Seni Dan Desain (FSD) Universitas Negeri Makassar (UNM) hingga sekarang. Kemampuan melukis yang di miliki oleh seorang Benny Subiantoro hingga akhirnya, beliau dipercayakan untuk memegang jabatan sebagai seorang seorang dosen yang memegang mata kuliah di bidang seni rupa, khususnya melukis. Mulanya Beliau menyenangi karya lukisan gaya realis milik seorang seniman terkenal yakni Basuki Abullah, kemudian beralih pada gaya lukisan ekspresionis yang terpengaruh oleh gaya lukisan Affandi dan Amri Yahya yang menyukai teknik pewarnaannya. Selanjutnya, gaya lukisan beliau berubah ke arah dekoratif akibat menerima pesanan lukisan sehingga beliau menyenangi gaya lukisan tersebut, namun tidak meninggalkan gaya lukisan sebelumnya. Perubahan gaya lukisan yang terakhir pada abstrak, yang diperoleh beliau ketika melanjutkan studi pascasarjananya di ISI Yogyakarta. Terdapat salah satu eksperimen yang dilakukan beliau ketika berkarya, yakni membuat karya lukisan menggunakan bahan pewarna alam yang diolah sendiri dan media berupa kertas dan kanvas. Pewarna alam yang diolah berupa warna kuning yang dihasilkan melalui bahan kunyit, warna hijau yang dihasilkan melalui bahan daun pandan yang dicampur dengan daun jeruk, warna cokelat yang dihasilkan melalui bahan getah jarak dan bubuk cokelat, warna merah dihasilkan dari bahan kayu mahoni yang direndam dan dicampur dengan teh, serta warna ungu yang dihasilkan dari buah coppeng (dalam bahasa Jawa: duwet ato kersen). Proses melukisnya menggunakan teknik basah. Penciptaan karya lukisan yang dibuat oleh Beliau bertujuan untuk mengetahui efek ketahanan warna pada media kertas dan kanvas. Hasil yang diperoleh pewarnaan pada media kertas lebih tahan lama dibandingkan pada media kanvas, karena media kertas yang dilapisi dengan perekat lem cair tidak mudah menyerap air sedangkan media kanvas (bahan kain) memiliki celah yang dapat menimbulkan warna cat memudar. Melalui pengalaman berkesenian lukis Benny Subiantoro dalam menciptakan karya lukisan, dapat memberikan pembelajaran bagi penulis bahwa dalam menciptakan karya seni seorang seniman tidak hanya terfokus pada satu jenis bahan saja, seorang seniman harus mampu menuangkan kreativitasnya dengan menciptakan karya dari berbagai jenis bahan.

 

14.   TUBUH SEBAGAI MEDIA UNGKAP PADA BAHASA RUPA KARYA LUKIS HENDRA GUNAWAN DAN JEIHAN SUKMANTORO

Teori: mimesis

Analisis

Berdasarkan hasil analisis terhadap karya Hendra Gunawan dan Jeihan Sukmantoro, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

a.      Tubuh menjadi tema sentral yang diangkat oleh Hendra Gunawan dan Jeihan Sukmantoro karena melalui gestur, sikap tubuh hinggap posisinya kedua seniman berupaya menyampaikan pesan secara personal yang khas. Perempuan dilukiskan selain karena keindahannya juga karena melalui tubuh inilah perupa dapat mengekspresikan perasaan dan mengkomunikasikannya kepada apresiator. Pengalaman personal tiap perupa mempengaruhi cara pandang terhadap perempuan.  Hendra Gunawan menampilkan perempuan karena baginya sosok perempuan mencerminkan kekuatan sekaligus keindahan. Perempuan dilambangkan sebagai simbol dari kekuatan dan kerja keras sekaligus kelembutan yang menekankan pada aspek feminitas. Sedangkan Jeihan Sukmantoro sosok perempuan menjadi obyek sekaligus tema dalam karya-karyanya dikarenakan melalui sosok perempuanlah ia dapat mengutarakan kekagumannya yang mendalam terhadap peran kaum perempuan dalam kehidupan. Berbeda dengan Hendra Gunawan yang mengaitkan sosok perempuan dengan tanggap sosial, maka karya Jeihan Sukmantoro, sosok perempuan dilepaskan dari konteks tanggap sosial, sehingga lebih karyanya lebih banyak menampilkan sosok perempuan secara tunggal.

b.      Berdasarkan analisis bahasa rupa yang diterapkan pada karya-karya kedua seniman tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karya-karya Hendra Gunawan lebih banyak menggunakan bahasa rupa yang bermuatan cerita, dengan kata lain karya Hendra Gunawan lebih menekankan pada unsur narasi. Untuk menceritakan secara mendetail maka Hendra menggunakan beberapa cara yang biasa digunakan pada bahasa rupa anak maupun seni rupa tradisi, antara lain menggunakan cara aneka tampak, tampak khas, dan longshoot untuk mendapatkan bahasa tubuh dari obyeknya. Dengan demikian lukisan Hendra Gunawan tidak semata hanya mendokumentasikan dan mendeskripsikan suatu keadaan, tetapi juga menceritakan secara lebih rinci dan simbolik mengenai kekuatan, ketergaran, semangat, dan kelembutan dalam satu obyek. Pada karya Jeihan Sukmantoro, bahasa rupa yang digunakan lebih pada bahasa tubuh perempuan yang menjadi obyeknya. Pemaknaan perempuan yang berbeda antara karya Jeihan dengan karya Hendra, menyebabkan perupaannyapun berbeda. Pada karya Jeihan lebih menekankan pada bagaimana menghadirkan kesan lembut sekaligus misterius yang tertanam pada sosok perempuan. Oleh karena itu ia lebih banyak menampilkan sosok tunggal yang digambarkan dalam berbagai posisi dengan bagian latar belakang polos, sehingga tidak memberi ruang untuk membentuk suatu cerita atau narasi seperti umumnya yang terdapat pada karya Hendra Gunawan.

 

15.   Analisis Artefak Cinta Dalam Karya Lukis Abstrak Ekspresionis Acep Zamzam Noor

Teori: mimesis

Analisis

Periode lukis Acep Zamzam Noor berlangsung dari tahun 1997 sampai sekarang. Periode pertama Acep Zamzam Noor yaitu lebih banyak melukiskan bentuk pigur, kemudian ditahun 2000-an Acep Zamzam Noor menggarap lukisan tentang potret diri. Dan dari akhir tahun 2018 Acep Zamzam Noor mulai melukis Abstrak Ekspresionis yang dimulai dengan judul utama Artefak Percintaan Kita. Artefak Percintaan Kita merupakan sebuah series lukisan dan judul buku kumpulan puisi karya Acep Zamzam Noor. Series ini di buat dari tahun 2018 sampai sekarang. Artefak percintaan kita ini merupakan karya Acep Zamzam Noor dengan salah satu tujan untuk menyampaikan pesan pengalamannya selama hidup dan berkesenian. Artefak berarti benda bersejarah tegas Acep Zamam Noor, dan disini dia mencoba untuk memvisualkan sejarah-sejarah yang pernah dia alami, baik dari pengalaman cinta, kehidupan, keluarga, kepada sang pencipta, dan lainnya. Artefak Percintaan Kita merupakan judul utama series lukisan yang dibuat Acep Zamzam Noor dari akhir tahun 2018 sampai tahun 2020. Dalam series ini, terdapat 47 lukisan. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ternyata pada tahun 2018 terdapat 2 lukisan, terdapat 19 lukisan yang dibuat pada tahun 2019, dan 26 lukisan yang dibuat pada tahun 2020.

 

16.   KAJIAN WARNA DAN MAKNA PADA KARYA LUKISAN PRANOTO

Teori: mimesis

Analisis

Dalam analisis ini penulis membahas tentang fenomena apa yang terdapat pada objek yang akan digunakan sebagai media seni lukis. Hal ini sesuai dengan pendapat Immanuel Kant (1951:5). Yaitu estetika sebagai kesenangan yang dirasakan pada saat melihat benda atau objek. Seni adalah suatu ekspresi yang ditunjukkan oleh manusia yang memiliki unsur seni, diungkapkan dalam sebuah media yang nyata dan bisa dinikmati oleh seluruh panca indra manusia Nandawan L. Hasanah (2013:8). Semiotik dibagi menjadi dua bagian yaitu penanda dan petanda, penanda dilihat sebagai bentuk, wujud, fisik dapat dikenal melalui wujud karya, sedangkan petanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya tersebut Ferdinand De Saussure (1966:26).

 

17.   Analisis Semiotika pada Mural di Kota Medan

Teori: mimesis plato

Analisis

Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam mural di Kota Medan. Tanda-tanda tersebut di analisa dan dimaknai menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce. Dapat disimpulkan bahwa mural di Kota medan mengandung pesan baik berupa sindiran atau kritikan, pemberitahuan, ajakan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam berbagai Mural di Kota Medan. Secara umum Hasil analisis data mural berdasarkan metode semiotika segitiga makna Charles Sanders Peirce, maka dapat dilihat sistem yang berupa sign, object, dan interpretant yaitu, Isu Satire pada Mural di kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi sindiran terhadap isu sosial yang terjadi di masyarakat. Objek pada ilustrasi satire bervariatif seperti: orang utan, pohon, api, kera. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu satire yakni sindiran kepada masyarakat agar tidak mengekspoitasi hutan sembarangan dan menjaga hutan dengan baik. Isu virus corona pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah pengingat kepada masyarakat Kota Medan untuk mematuhi protokol kesehatan, dengan objek yang bervariatif seperti: seorang polisi yang memakaikan masker kepada seorang pria, sebuah gambar virus yakni corona, gambar polisi yang menyemprotkan hansanitizer kepada virus yang tampak terluka. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu virus corona adalah Mural tersebut menghimbau masyarakat agar lebih mmeperhatikan protocol Kesehatan, sering mencuci tangan, menggunakan masker, membawa handsanitizer untuk menjaga tubuh agar terhindar dari virus corona yang tengah mewabah. Ilustrasi Pendidikan pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi peringatan tentang pentingnya Pendidikan bagi setiap anak. Objek pada ilustrasi pendidikan bervariatif seperti: siswa, papan tulis, guru, ruang kelas, dan kutipan tentang pendidikan Sehingga interpretasi dari mural tersebut yakni setiap orang berhak mendapatkan Pendidikan dengan baik tanpa melihat latar belakang siswa dll. Ilustrasi Politik pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural tentang pemilihan umum yang berkenaan dengan poitik. Objek pada ilustrasi politik bervariatif seperti: gambar uang, gawai, tulisan money politik. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu politik yakni sebuah media penyampai pesan kepada masyarakat agar masyarakat lebih pintar, bijak dalam setiap menghadapi masalah politik di Indonesia khususnya Kota Medan. Ilustrasi Lingkungan, pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi ajakan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan baik. Objek pada ilustrasi lingkungan bervariatif seperti: bunga, pemandangan alam, keranjang sampah, masyarakat, sapu, bunga, perahu, hewan. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu lingkungan yakni sebuah himbauan yang disampaikan melalui unsur keestetikaan kepada masyarakat tentang betapa pentingnya menjaga Alam. Ilustrasi kemanusiaan, Isu Kemanusiaan pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi gambaran terhadap isu isu kemanusiaan yang terjadi di masyarakat. Objek pada ilustrasi kemanusiaan bervariatif seperti: Wanita tanpa tubuh, janin, sketsa munir, tangan dengan warna kulit yang berbeda. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu kemanusiaan di kota Medan yakni kita harus memanusiakan manusia, kita dihimbau untuk saling menghargai, menghormati Hak Asasi setiap manusia. Ilustrasi Peristiwa alam, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi peringatan akan sesuatu ataupun sebuah pengingat kepada Masyarakat tentang peristiwa alam yang terjadi, Objek pada ilustrasi tersebut seperti: KRI Nanggala 402 dan laut. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu peristiwa alam di kota Medan yakni kita harus menghargai jasa ksatria laut yang gugur demi menjaga pertahanan bangsa.

Ilustrasi Dunia Anak, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi kritikan terhadap dunia anak. Objek pada ilustrasi tersebut bervariatif seperti: anak-anak, kera, ikan, taman bermain, kera, pintu. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu dunia anak di kota Medan yakni kita harus tetap menjaga anak kita dari pesatnya perkembangan zaman ini, kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita habis waktu hanya untuk bermain gadget, masa kecil mereka dirampas. Mural di Kota Medan sebagai bentuk peringatan dan pesan terhadap masyarakat Kota Medan agar tidak terlalu membiarkan anak terlena dengan teknologi saat ini. Ilustrasi Narkoba, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi tentang penyalahgunaan Narkoba, Objek pada ilustrasi tersebut bervariatif seperti: jeruji besi, orang tahanan, obat-obatan,suntik,dan kutipan tentang bahaya narkoba. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu narkoba di kota Medan yakni sebuah himbauan dan peringatan kepada Masyarakat untuk tidak sesekali menggunakan atau menyalahgunakan Narkoba, karena seperti kita ketahui bahwa menurut Pusat Badan Narkotika Nasional pada laman resmi bnn.go.id, Sumut merupakan rangking 1 penyalahgunaan narkoba. Ilustrasi Sejarah/ Ikon Daerah, Isu tersebut pada Mural di kota Medan menandakan sebuah tanda sejarah yang mengingatkan masyarakat di kota Medan. Objek pada ilustrasi tersebut seperti: gambar Menara air. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu sejarah/ikon daerah di kota Medan yakni medan memiliki salah satu bangunan sejarah yang menjadi ikon kota tersebut yaitu Menara air, yang digunakan sebagai objek wisata dan juga sebagai tempat warga mengambil air. Ilustrasi tata tertib berkendaraan, Isu tersebut pada Mural di Kota Medan menandakan sebuah mural yang berisi tentang tanda peringatan dan himbauan kepada pengendara di Kota Medan. Objek pada ilustrasi tersebut seperti: rambu lalu lintas, gambar gawai, dan kutipan tentang hati hati berkendara. Sehingga interpretasi dari mural dengan isu tertib berkendaraan di kota Medan yakni sebuah pesan yang mengharuskan pengendara mengikuti aturan berkendara demi keselamatan berlalu lintas. Maka dapat disimpulkan bahwa analisis data yang dilakukan sebanyak 30 Mural dengan ilustrasi dan lokasi gambarnya yang berbeda. Adapun jika diklasifikasikan berdasarkan ilustrasi maka, ilustrasi satire sebanyak 2 mural, pencegahan covid sebanyak 5 mural, Pendidikan sebanyak 1 mural, politik sebanyak 1 mural, lingkungan sebanyak 5 mural, kemanusiaan sebanyak 3 mural, peristiwa alam sebanyak 1 mural, dunia anak sebanyak 6 mural, keluarga sebanyak 2 mural, narkoba sebanyak 2 mural, dan tata tertib berkendaraan sebanyak 1 mural, dan jika ditotalkan maka jumlahnya tepat 30 mural. Klasifikasi berdasarkan lokasi yakni, di Jl. Gatot Subroto, Medan Baru sebanyak 2 Mural, Jl. Ir. H. Djuanda sebanyak 1 mural, Jl. Stasiun Kereta Api, Medan Kota sebanyak 9 mural, Jl. Bunga Wijaya Kusuma, Medan Tuntungan sebanyak 4 mural, Jl. Dr. Mansyur, Medan Selayang sebanyak 7 mural, Jl. Hj. Adam Malik, Medan Barat sebanyak 2 mural, Jl. Jawa, Medan Kota sebanyak 1 mural, Jl. Let. Jend. M.Haryono No 11, Kota Medan sebanyak 3 mural dan Jl. Sambu, Medan Kota sebanyak 1 mural, jika ditotalkan hasilnya tepat 30 mural. Namun pada tulisan ini, peneliti hanya mengambil 11 mural sebagai sampel.

 

18.   ANALISIS ESTETIKA VISUAL SENI LUKIS KARYA PESERTA DIDIK KELAS III SEKOLAH DASAR

Teori: mimesis

Analisis

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

1.      Unsur-unsur dalam seni rupa sangat mempengaruhi hasil karya seni lukis pada peserta didik kelas IIIA SD Muhammadiyah Condongcatur. Hal itu karena terdapat unsur seni antara lain garis, warna, bentuk dan ruang, serta gradasi. Dari hasil produk lukisan, unsur seni rupa yang ditonjolkan sudah masuk dalam kategori bagus. Unsur garis yang ada sudah sesuai dengan macam-macam garis namun penggunaan garis terbanyak dimulai dari garis lengkung, garis gabungan, garis zig-zag, garis lurus, garis gelombang, dan paling sedikit menggunakan garis putus-putus. Unsur ruang dan waktu peserta didik lebih dominan pada bentuk informal saja, tetapi masih terlihat keindahannya. Penggunaan warna dan gradasi masih banyak peserta didik yang belum berani memberikan warna mencolok dalam karyanya termasuk dalam pembuatan gradasi, sehingga hasil warna yang didapatkan hampir mirip satu sama lain. Walaupun memiliki warna yang hampir sama, namun dalam karya peserta didik memiliki bentuk dan ruang yang berbeda, sehingga memiliki nilai estetikanya masing-masing karena di lihat dari sudut pandang yang berbeda-beda pula.

2.      Sebuah produk lukisan peserta didik memiliki tipe lukisan yang berbeda-beda, karena setiap peserta didik memiliki imajinasi estetikanya masing-masing. Tipe produk lukisan kelas IIIA SD Muhammadiyah Condongcatur adalah tipe transparansi dan tipe naturalistik. Dengan tema “pantai” peserta didik melukis dengan imajinasinya masingmasing sesuai dengan tipe lukisan tranparansi walau sudah diberikan contoh oleh gurunya, namun hasil karya yang diberikan masih terlihat realistik sesuai dengan tipe lukisan naturalistik.

 

19.   KAJIAN IKONOGRAFI DAN IKONOLOGI LUKISAN RADEN SALEH :“GOUVERNOUR-GENERAAL DAENDELS EN DE GROTE POSTWEG” (1838)

Teori: mimesis plato

Analisis

Kesimpulan kajian ini yang pertama adalah berbagai penanda visual dalam lukisan potret “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) yang bersifat faktual dan ekspresional. Penanda visual faktual lukisan ini, yaitu adegan sosok pria “bule” bertubuh tambun yang teridentifikasi sebagai Gubernur Jenderal Daendels (1762-1818) berdiri tegak dengan pakaian kebesaran yang lengkap dengan bintang jasa, tangan kanannya menggenggam teropong, tangan kirinya sedang menunjuk ke sebuah peta, dan sebagai latar belakangnya adalah sebuah pemandangan indah alam pegunungan dengan sebuah jalan berkelok lengkap dengan pekerja-nya yang nampak sedang bekerja, jalan tersebut teridentifikasi sebagai Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. Gaya pada lukisan ini dapat dikategorikan sebagai gaya ketepatan obyektif. Raden Saleh, sebagaimana pelukis-pelukis di Eropa abad ke-19, menganut gaya atau aliran Romantik yang senatiasa melukiskan peristiwa-peristiwa dahsyat, dan mendramatisasi setiap adegannya, disamping itu juga mengangkat idiom-idiom perlawanan terhadap penindasan, perjuangan, dan pembebasan. Penggambaran ekspresional dalam lukisan ini adalah otoritas atau superioritas Daendels sebagai Gubernur Jenderal. Kesimpulan kedua, meskipun bentuknya berupa lukisan potret, tema lukisan “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) ini berusaha mengungkap konflik politik dan tragedi yang ditimbulkan oleh penindasan kolonialisme dan imperialisme, atau anti-kolonialisme. Lebih spesifik lagi penindasan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda (dalam hal ini diwakili oleh Daendels) terhadap rakyat pribumi demi kepentingan ekonomi-politik mereka. Hal ini dibangun melalui jukstaposisi yang diciptakan oleh Raden Saleh pada backgroud dan foreground, ia berusaha menciptakan suasana yang kontras. Daendels dengan “kemegahan”-nya sebagai representasi pemerintah kolonial Belanda dengan otoritasnya yang superior, kemudian para pekerja inlander yang sedang membangun jalan raya sebagai representasi pribumi. Dari pemaparan tema lukisan Raden Saleh “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) yang telah dirunut dari berbagai sumber sejarah, maupun imaji dan berbagai alegori di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep yang dijadikan landasan penciptaan lukisan ini oleh Raden Saleh adalah mengungkap konsep dasar tentang konflik politik atau kekuasaan yang menindas. Kesimpulan ketiga, adalah tentang nilai-nilai simbolik yang diungkapkan dalam lukisan tersebut. Proses simbolisasi diperoleh lewat intuisi sintesis yang menyangkut tendensi esensial pemikiran psikologi personal dan weltanschauung (pandangan hidup) Raden Saleh. Dari berbagai latar belakang sosial-politik dan kultural, serta pengalaman pelukis bergesekan dengan peristiwa-peristiwa atau tragedi penindasan yang menyentuh perasaannya itu, maka lukisan yang dihasilkan merupakan kristalisasi simbol dari kritik atau perlawanan terhadap penindasan oleh penguasa. Penghayatan atas realitas dan empati pada tragedi pembangunan Jalan Raya Pos Anyer Panarukan, pada suatu ketika memicu dorongan yang kuat pada diri Raden Saleh untuk “menyisipkan” kritik simbolik dalam lukisan potret “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg”. Dengan latar belakang sejarah kebudayaan tersebut, dan melihat berbagai tendensi psikologis serta pandangan hidup Raden Saleh, maka lukisan “Gouvernour-generaal Daendels en de Grote Postweg” (1838) menjadi simbol dari ungkapan ketertindasan masyarakat pribumi oleh pemerintah kolonial, atau sebuah tragedi yang ditimbulkan akibat dari kolonialisme dan imperialisme. Adapun ungkapan tersebut, “disembunyikan”, atau “disamarkan” oleh Raden Saleh dalam bentuk lukisan potret Daendels. Sejauh pembacaan terhadap Raden Saleh sebagai pelukis romatikisme pada era kolonial, merupakan seorang seniman yang unik sekaligus penuh misteri. Banyak pertanyaan-pertanyaan mengenai dirinya yang sampai saat masih belum terjawab, perihal perlawanan simbolik dalam karya-karyanya terhadap pemerintah kolonial juga kerap kali masih diragukan. Untuk itu, diskursus mengenai karya-karya Raden Saleh perlu dilakukan secara berkesinambungan, terutama pada karya-karyanya yang selama ini kurang mendapat perhatian. Disamping itu, diskursus dengan paradigma disiplin ilmu yang beragam terhadap karya Raden Saleh, dapat memunculkan kemungkinan makna yang baru dalam konteks masa kini, sehingga karya Raden Saleh menjadi relevan untuk dibaca sepanjang zaman. Hal ini dirasa penting, dalam kaitannya dengan Raden Saleh sebagai pelukis era kolonial dengan karya-karya dan kehidupannya yang luar biasa, yang menjadi kebanggaan, serta harta yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.

 

20. ANALISIS FORMAL KARYA LUKIS BAYU WARDHANA

Teori: mimesis plato

Analisis

Bayu Wardhana merupakan seorang pelukis on the spot, yaitu dimana perupa datang ke lapangan turun langsung ke obyek yang akan ia lukis, ia tangkap suasana yang ada untuk kemudian diguratkan dikanvas. Dimanapun Bayu melihat view yang menurutnya bagus atau indah dan menarik hatinya, Bayu pasti akan mengincar untuk kembali ketempat tersebut untuk menangkap suasana yang akan ia lukiskan. Bayu wardhana memilih melukis on the spot karena Bayu Merasa bahwa dengan melukis on the spot emosinya lebih kuat, Bayu bisa lebih total menuangkan apa yang ada dalam dirinya kekanvas, tentang kecintaannya terhadap alam beserta isinya yang memunculkan keindahan-keindahan baginya. Seperti yang Bayu ungkapkan dalam wawancara : “ Ngene lho, on the spot itu lebih liar emosinya yang liar ketemu dikanvas, keliaran kenakalan itu karena rohnya sangat kuat banget dilihat itu, saya jam 7 pagi berada di tanah lot disapa seorang pecalang, mas sudah ijin belum, ya udah, udah ijin, artinya bahaya duduk disitu, banyak bule yang datang melihat cantik-cantik akhirnya, membagi sikap ramah dengan bule, pas melukis mengundang daya tarik ya ada yang Tanya, itukan sebuah sikap. Ya itu menarik juga ya itu memahami lukisan juga sih jadi ya contoh yang tidak mesti seperti itu, pagi pagi cuacanya enak banget masakan yang kita suka sudah ada didepan mata catnya semua suasana hati juga enak, itu lukisan juga terpengaruh, alamnya itu lho alamnya kita hirup mengundang daya tarik ya. Beda misalnya orang-orang ambil digoogle lihat dikomputer cetak dulu dirumah pengap ruangan gak standar. Apapun fasilitas rumah studio yang bagus seperti apapun tidak bisa mengalahkan alam yang sebenarnya. Seperti yang kamu lukis itu ada disana ya kamu harus kesana caranya bersentuhan itu, berinteraksi”, ( wawancara Bayu, 17 Februari 2016). Bayu Wardhana mulai meraih perhatian setelah aksinya membakar patung kepala yang terbuat dari Koran dengan kerangka bambu setinggi emam kaki dan diperlihatkan di keraton Yogyakarta dalam penutupan acara Jogja Jamming- Biennale joga X pada tahun 2010 yang disaksikan sekitar 3000 enonton dengan euphoria dari berbagai lapisan masyarakat yang luar biasa. Pada saat itu dunia kesenirupaan diberbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dihebohkan dengan perbincangan terhadap aksi Bayu tersebut. Bahkan banyak seniman-seniman senior menkritisi aksi Bayu tersebut terutama seniman-seniman patung karena Dianggap menurunkan citra dari seniman-seniman Patung. Aksi tersebut merupakan aksi yang belum pernah dilakukan oleh seniman manapun dinegri ini. Seperti yang Ibu Juni katakan dalam Wawancara : “ Koe ki sopo pelukis kok malah wani wanine bakar patung, nek ngono kui rak yo ngentek-entekke pematung, nah setelah aksi tersebut pak Bayu Menjadi perbincangan di kalangan dunia kesenirupaan ”, ( Wawancara 11 April 2016).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan menikmati seni dengan berfilsafat

Menganalisis visual dalam film Minions dengan teori mimesis